Reporter: Abdul Wahid Fauzi | Editor: Edy Can
JAKARTA. Seakan tak ingin tertinggal oleh hiruk-pikuk ekspansi usaha sejumlah emiten, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) siap melakukan diversifikasi usaha. Produsen minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) itu akan menjajaki bisnis sagu.
Berdasarkan laporan keuangan 2009, SGRO melalui anak usahanya, PT Sampoerna Bio Fuels, telah menandatangani perjanjian akuisisi PT National Sago Prima (NSP) dengan para pemegang sahamnya. Perjanjian itu ditandatangani 9 Februari 2010.
Michael Kusuma, Kepala Hubungan Investor SGRO, bilang, ekspansi SGRO ke bisnis sagu dalam rangka diversifikasi usaha agrobisnis dan dinilai menguntungkan. "Karena sagu bisa menjadi pengganti bahan pangan seperti nasi, jadi risikonya sangat minimal," katanya kepada KONTAN, kemarin (8/4).
Dalam perjanjian itu, SGRO akan membeli 75,5% saham National Sago senilai US$ 6,48 juta. Aksi ini bakal disusul langkah penambahan setoran modal sebesar US$ 5,8 juta atau setara Rp 55,12 miliar.
Tambahan modal SGRO ke National Sago bakal meningkatkan kepemilikan mereka nantinya menjadi 91,85%. Walhasil, SGRO harus merogoh kocek US$ 12,28 juta untuk melangsungkan aksi akuisisi itu. "Dananya berasal dari kas internal semua," katanya.
Terkait rencana itu, SGRO telah memberikan pinjaman kepada pemegang saham National Sago, yakni PT Siak Raya Timber, pada Februari lalu sebesar US$ 9,2 juta. Pinjaman ini akan dikonversi menjadi penyertaan modal di National Sago sebesar US$ 5,18 juta.Piutang ini dicatat sebagai uang muka investasi dan sisanya akan dibayar setelah proses akuisisi selesai.
National Sago saat ini memiliki lahan seluas 20.000 hektare (ha), yang berlokasi di Sumatera. Yang sudah ditanami seluas 8.000 ha.
Michael menuturkan, jika proses akuisisi berjalan sukses, SGRO juga akan menanamkan investasi guna pembangun pabrik. Sayang, ia enggan membeberkan jumlah investasi yang akan digelontorkan serta potensi pendapatan dari usaha barunya itu.
Produk National Sago akan dilempar ke pasar domestik berbentuk tepung terigu. Selain harganya menarik, permintaan produk berbasis tepung sagu ini juga besar.
Di sisi lain, pada tahun lalu SGRO membukukan penurunan pendapatan 21% menjadi Rp 1,8 triliun dari sebelumnya Rp 2,28 triliun. Laba bersihnya juga amblas 35,9% menjadi Rp 281,7 miliar.
Analis Bhakti Securities Happy Parama mengatakan, masuknya SGRO ke bisnis sagu ini tentunya bakal mempengaruhi neraca keuanganya. "Pastinya akan terganggu, namun saya belum tahu apakah bisnis ini menguntungkan atau tidak," katanya. Sebab, sagu masih menjadi makanan lokal.
Meski begitu, Happy tetap memprediksi pendapatan SGRO tahun ini mencapai Rp 2,2 triliun dengan laba bersih Rp 410 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News