Reporter: Revi Yohana Simanjuntak | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Rencana pemberlakukan Undang undang (UU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) I pada 2014 membuka peluang perusahaan farmasi menggenjot penjualan obat, termasuk obat jenis generik.
Melihat peluang ini, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tak tinggal diam. KLBF makin serius menggarap produksi obat murah ini. Sejak pertengahan tahun lalu, KLBF telah membangun pabrik di kawasan Cikarang, Jawa Barat, yang khusus memproduksi obat generik. Rencananya, pabrik ini akan mulai beroperasi pada akhir Februari 2012.
Dengan mengoperasikan pabrik baru ini, KLBF akan menaikkan kapasitas pabrik sekitar 50% dari sebelumnya untuk produksi obat generik berjenis tablet.
Mardesiana, analis Danareksa dalam risetnya, mengatakan, penambahan kapasitas pabrik ini bakal menaikkan kontribusi penjualan obat generik menjadi sebesar 12% dari total penjualan KLBF. "Penambahan kapasitas pabrik ini untuk memenuhi permintaan pasar yang diprediksi akan meningkat, apalagi ketika UU BPJS sudah sepenuhnya berlaku," ujarnya.
Saat ini, KLBF memegang pangsa pasar sebesar 14,05% di industri obat di Indonesia. Perusahaan ini memegang pangsa pasar yang ketiga terbesar setelah PT Indofarma Tbk (INDF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF).
Analis Andalan Artha Advisindo (AAA) Sekuritas Adolf Sutrisno berpendapat, pasar obat generik masih cukup menarik. Selain masih berpotensi bertumbuh, obat generik ini memperoleh dukungan dari pemerintah.
Memang, dari sisi margin, keuntungan bisnisnya tidaklah besar seperti halnya obat paten. "Tapi, jika UU BPJS ini benar-benar diimplementasikan tepat waktu, pertumbuhan bisnis obat generik masih akan baik," ujar analis Mandiri Sekuritas Adrian Joezer.
Sementara, kenaikan harga bahan baku obat yang mayoritas masih impor tetap menjadi catatan bagi produsen obat di dalam negeri. Ini yang bakal menekan kinerja KLBF.
PER mahal
Adrian menghitung, pendapatan KLBF tahun ini masih tumbuh 18,89% menjadi Rp 12,96 triliun dari perkiraan pendapatan KLBF tahun 2011 yang sebesar Rp 10,90 triliun.
Sedang, pertumbuhan laba bersih KLBF hanya naik 7,6%, yakni Rp 1,57 triliun di 2012 dari perkiraan tahun lalu sebesar Rp 1,46 triliun. "Memang pertumbuhan bisnis farmasi, consumer health, dan nutrition terlihat sudah mulai melambat," kata Adrian.
Berdasarkan segmen penjualan, distribusi dan logistik berkontribusi paling besar terhadap total penjualan KLBF, yakni sebesar 30%. Kontribusi terbesar kedua dari penjualan resep dan farmasi sebesar 27%. Sedang segmen nutrisi sebesar 24% dan consumer health 19%.
Jika merujuk valuasi KLBF, analis menilai saat ini price earning ratio (PER) KLBF tergolong mahal. Menurut Adolf, PER KLBF setahun ke depan sebesar 23,7 kali, masih di atas PER industri yang sebesar 21,8 kali.
Adolf merekomendasikan hold dengan target harga Rp 3.700 per saham dan Mardesiana merekomendasikan netral di harga Rp 3.450 per saham. Adrian merekomendasikan jual dengan target harga
Rp 3.025. Kemarin (27/2), KLBF ditutup melemah 0,72% jadi Rp 3.425 per saham. JAKARTA. Rencana pemberlakukan Undang undang (UU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) I pada 2014 membuka peluang perusahaan farmasi menggenjot penjualan obat, termasuk obat jenis generik.
Melihat peluang ini, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tak tinggal diam. KLBF makin serius menggarap produksi obat murah ini. Sejak pertengahan tahun lalu, KLBF telah membangun pabrik di kawasan Cikarang, Jawa Barat, yang khusus memproduksi obat generik. Rencananya, pabrik ini akan mulai beroperasi pada akhir Februari 2012.
Dengan mengoperasikan pabrik baru ini, KLBF akan menaikkan kapasitas pabrik sekitar 50% dari sebelumnya untuk produksi obat generik berjenis tablet.
Mardesiana, analis Danareksa dalam risetnya, mengatakan, penambahan kapasitas pabrik ini bakal menaikkan kontribusi penjualan obat generik menjadi sebesar 12% dari total penjualan KLBF. "Penambahan kapasitas pabrik ini untuk memenuhi permintaan pasar yang diprediksi akan meningkat, apalagi ketika UU BPJS sudah sepenuhnya berlaku," ujarnya.
Saat ini, KLBF memegang pangsa pasar sebesar 14,05% di industri obat di Indonesia. Perusahaan ini memegang pangsa pasar yang ketiga terbesar setelah PT Indofarma Tbk (INDF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF).
Analis Andalan Artha Advisindo (AAA) Sekuritas Adolf Sutrisno berpendapat, pasar obat generik masih cukup menarik. Selain masih berpotensi bertumbuh, obat generik ini memperoleh dukungan dari pemerintah.
Memang, dari sisi margin, keuntungan bisnisnya tidaklah besar seperti halnya obat paten. "Tapi, jika UU BPJS ini benar-benar diimplementasikan tepat waktu, pertumbuhan bisnis obat generik masih akan baik," ujar analis Mandiri Sekuritas Adrian Joezer.
Sementara, kenaikan harga bahan baku obat yang mayoritas masih impor tetap menjadi catatan bagi produsen obat di dalam negeri. Ini yang bakal menekan kinerja KLBF.
PER mahal
Adrian menghitung, pendapatan KLBF tahun ini masih tumbuh 18,89% menjadi Rp 12,96 triliun dari perkiraan pendapatan KLBF tahun 2011 yang sebesar Rp 10,90 triliun.
Sedang, pertumbuhan laba bersih KLBF hanya naik 7,6%, yakni Rp 1,57 triliun di 2012 dari perkiraan tahun lalu sebesar Rp 1,46 triliun. "Memang pertumbuhan bisnis farmasi, consumer health, dan nutrition terlihat sudah mulai melambat," kata Adrian.
Berdasarkan segmen penjualan, distribusi dan logistik berkontribusi paling besar terhadap total penjualan KLBF, yakni sebesar 30%. Kontribusi terbesar kedua dari penjualan resep dan farmasi sebesar 27%. Sedang segmen nutrisi sebesar 24% dan consumer health 19%.
Jika merujuk valuasi KLBF, analis menilai saat ini price earning ratio (PER) KLBF tergolong mahal. Menurut Adolf, PER KLBF setahun ke depan sebesar 23,7 kali, masih di atas PER industri yang sebesar 21,8 kali.
Adolf merekomendasikan hold dengan target harga Rp 3.700 per saham dan Mardesiana merekomendasikan netral di harga Rp 3.450 per saham. Adrian merekomendasikan jual dengan target harga
Rp 3.025. Kemarin (27/2), KLBF ditutup melemah 0,72% jadi Rp 3.425 per saham. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News