Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengemukakan bahwa meningkatnya jumlah saham yang bergerak di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA) tidak serta-merta menunjukkan adanya pelanggaran peraturan di pasar modal, tetapi sebagai bentuk perlindungan kepada investor.
"UMA menjadi salah satu bentuk perlindungan investor di pasar modal terhadap pergerakan suatu harga saham emiten agar berhati-hati melakukan transaksi," kata Direktur Pengawasan dan Transaksi BEI Hamdi Hassyarbaini, Kamis (12/1).
Sepanjang 2016, kata dia, BEI mencatat terdapat 128 saham yang masuk dalam kategori UMA, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 60 UMA.
"Meningkatnya jumlah transaksi di pasar modal membuat saham yang sebelumnya cenderung 'tidur' (tidak bergerak) mulai bergerak pada sistem bursa akan muncul 'alert' berupa UMA agar investor yang ingin mentranksaksikan saham itu dapat lebih dahulu melakukan riset, mengapa saham itu tiba-tiba bergerak," paparnya.
Ia menambahkan bahwa UMA dapat menjadi parameter bagi investor apakah pergerakan saham itu wajar atau tidak. Pergerakan suatu saham baik naik atau turun sewajarnya didukung oleh kondisi maupun fundamental suatu perusahaan.
Hamdi Hassyarbaini juga mengatakan bahwa saham yang masuk UMA juga kemungkinan ada suatu pihak yang sengaja melakukan transaksi semu dengan harapan memperoleh keuntungan dari investor yang terjebak masuk ke dalamnya.
"Misalnya, transaksi itu tidak menyebabkan pengalihan saham. Misalnya, beli saham di broker A, lalu dibeli di broker B oleh orang yang sama," katanya.
Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Irvan Susandy menambahkan bahwa status saham UMA oleh BEI pada tahun 2016 mayoritas disebabkan karena penurunan harga saham.
"Pada tahun 2016, market cukup 'volatile'. Tidak hanya saham yang naik, tetapi banyak juga karena harga turun. Intinya, kami tidak mau performa saham emiten yang sebenarnya bagus, tetapi harganya turun," katanya.
Sementara itu, lanjut dia, jumlah penghentian sementara atau suspensi saham di sepanjang 2016 sebanyak 55 kali, juga meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 32 kali.
"Yang memberikan suspensi bukan hanya dari tim Divisi Pengawasan dan Transaksi BEI, melainkan juga dari Divisi Penilaian Perusahaan BEI. Jadi, faktornya bisa bermacam-macam, bisa karena pergerakan harga saham yang tak wajar atau emiten yang tidak mematuhi peraturan pasar modal," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News