Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) segera memiliki aturan baru tentang pencatatan saham dan efek yang bersifat ekuitas selain saham. Kini, draf peraturan nomor 1-A itu telah masuk ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Salah satu isinya, BEI akan mengetatkan syarat backdoor listing. "Karena tren 2007 dan 2008, banyak yang melakukan backdoor listing," ujar Eddy Sugito, Direktur Pencatatan BEI, Selasa (12/5).
Backdoor listing ialah teknik yang dilakukan perusahaan yang ingin masuk ke bursa saham tanpa melalui mekanisme penawaran saham yang normal. Biasanya, perusahaan itu melakukan akuisisi atau merger dengan perusahaan yang telah tercatat di bursa.
Eddy bilang, setiap perusahaan yang ingin melakukan backdoor listing harus lebih dulu memberitahukan kepada BEI. Selanjutnya, BEI akan mengevaluasi apakah backdoor listing tersebut bisa mengubah atau bisnis inti si perusahaan. Selain itu, perusahaan hasil backdoor listing harus memenuhi persyaratan pencatatan awal.
Ketentuan soal pencatatan awal pun lebih ketat. Saat ini, untuk pencatatan awal, jumlah saham minoritas minimal 50 juta saham untuk papan pengembangan dan 100 juta saham untuk papan utama atau 35% dari modal yang disetor. Perusahaan boleh memilih mana yang paling kecil.
AEI menentang aturan pembagian dividen
Akibatnya, banyak perusahaan akhirnya cuma melepas saham di bawah 35% dari modal yang disetor. "Aturan yang baru kita batasi minimal 20% dari modal disetor dengan jumlah saham minimal 100 juta saham di papan pengembangan dan 300 juta saham di papan utama," ungkap Eddy.
Ketua Bidang Pengkajian Peraturan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isakayoga menyatakan setuju dengan rancangan aturan tentang backdoor listing itu. Sebab, aturan baru ini sangat menjaga kepentingan investor. "Dengan begitu investor bisa tahu apakah ia akan bertahan atau melepas sahamnya di perusahaan tersebut," kata dia.
Berbeda dengan ketentuan backdoor listing, AEI justru menentang aturan yang mewajibkan pembagian dividen. Rancangan ketentuan tadi mengatur, perusahaan yang mampu membayar dividen dalam tiga tahun berturut-turut tapi tidak membayar dividen selama dua tahun, wajib membayarkan dividen pada tahun ketiga.
Selain itu, pembagian dividen interim wajib dilakukan paling lambat satu bulan setelah akhir tahun buku berjalan. Adapun, dividen final wajib dibayarkan tiga bulan setelah rapat umum pemegang saham (RUPS).
AEI tidak setuju karena menilai ketentuan itu bertentangan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT). Menurut UU ini, pembagian dividen harus dilakukan berdasarkan persetujuan pemegang saham. "Jadi, sebaiknya pembagian dividen bukanlah kewajiban tapi berupa imbauan saja," kata Isakayoga.
Untuk menyatakan ketidaksetujuan tersebut, kemarin AEI telah melayangkan surat kepada BEI dan Bapepam-LK. "BEI sendiri adalah PT, kok bisa membikin aturan yang bertentangan dengan PT," tandas Isakayoga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News