Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pengembang real estate China, Evergrande Group terlilit utang. Evergrande diberitakan memiliki total kewajiban senilai US$ 305 miliar kepada berbagai kreditur, pemasok, dan investor.
Head of Research RHB Sekuritas Indonesia, Andrey Wijaya menilai, kasus Evergrande kemungkinan akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Akan tetapi, dampaknya kemungkinan tidak separah saat krisis tahun 2008 yang disebabkan oleh jatuhnya Lehman Brothers.
“Sektor yang paling terkena dampak adalah perusahaan ekspor yang mempunyai eksposur besar ke China, seperti perusahaan batubara,” terang Andrey kepada Kontan.co.id, Kamis (23/9).
Asal tahu saja, China merupakan salah satu konsumen terbesar batubara dari Indonesia. Batubara ini digunakan untuk keperluan pembangkit listrik hingga industri baja antikarat dan logam. Selain batubara, Indonesia juga getol mengekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil ke negeri Panda ini.
Baca Juga: Sri Mulyani waspadai dampak gagal bayar Evergrande ke ekonomi Indonesia
Senada, Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menyebut, dampak gagal bayar Evergrande sepertinya tidak akan seperti kasus Lehman brothers pada tahun 2008. Perbandingan utang Lehman Brothers pada saat itu mencapai US$ 613 miliar, sementara utang Evergrande saat ini sekitar US$ 300 miliar.
Sukarno menilai, permintaan CPO dan batubara dari China bisa saja berdampak karena kasus ini. Akan tetapi, dirinya meyakini dampaknya tidak akan terlalu signifikan selama kasus Covid-19 di China tidak kembali muncul.
Prospek batubara juga masih baik selama diikuti dengan masifnya program vakasinasi China serta global.
“Dengan kondisi tersebut, permintaan batubara ataupun CPO masih akan tetap berpeluang membaik khususnya di tahun ini,” kata dia.
Selanjutnya: Makin Banyak Penentu Kebijakan Moneter di AS yang Ingin Menaikkan Bunga di 2022
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News