Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Dengan membaiknya prospek ekonomi domestik, PT Batavia Prosperindo International Tbk (BPII) optimistis bisnis jasa keuangan semakin cerah. Demi mendukung ekspansinya, BPII go public melalui skema penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO).
BPII menjual 150 juta saham biasa atau mewakili 29,18% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Sebanyak 75 juta saham dikeluarkan dari simpanan (portepel), sedangkan 75 juta lainnya atas nama Malacca Trust Limited. Adapun harga penawarannya Rp 500 per saham. Dari aksi IPO ini, BPII meraup Rp 75 miliar. Karena separuh saham IPO adalah divestasi induk, maka dana itu masuk kantong Malacca. Dus, manajemen BPII menerima senilai Rp 37,5 miliar dari IPO.
BPII akan memakai 50% dana IPO untuk mendukung kegiatan perantara pedagang efek di anak usahanya, Batavia Prosperindo Sekuritas (BPS). Adapun 50% sisanya bakal dipakai untuk mendukung kegiatan manajer investasi Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM), anak usaha BPII yang lain.
Penggunaan dana oleh BPS dan BPAM dilakukan dalam bentuk pinjaman modal kerja. Pinjaman ini dikenakan bunga sesuai tingkat bunga pasar yang berlaku. Jangka waktu pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan modal kerja di anak usaha tadi.
Dengan mengucuri pinjaman, BPII ingin anak usahanya terus berkembang. Apabila jangka waktu pinjaman berakhir, BPII dan anak usaha siap memperpanjangnya agar dana IPO optimal untuk mendukung pertumbuhan kegiatan usahanya.
Presiden Direktur BPAM Lilis Setiadi beberapa waktu lalu mengatakan, dana itu akan dimanfaatkan untuk peluncuran produk Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT). Untuk setiap unit penyertaan RDPT dibutuhkan partisipasi minimal Rp 5 miliar.
BPAM bergerak dalam industri pasar modal dengan kegiatan usaha utama manajer investasi. BPAM telah memiliki varian produk investasi pasar modal lengkap dan memiliki kinerja yang baik. Hingga 31 Desember 2013, BPAM menduduki peringkat ke-7 terbesar berdasarkan jumlah dana kelolaan manager investasi, dengan jumlah kelolaan reksadana Rp 9,87 triliun. Sementara total dana kelolaan sepanjang tahun lalu Rp 13,22 triliun. Tahun ini, BPAM menargetkan dana kelolaan senilai Rp 16,8 triliun. Per 31 Desember 2013, BPAM mengelola 50 reksadana dan tiga discretionary fund serta telah mengelola lebih dari 386 nasabah, baik institusi maupun ritel.
Sementara Direktur BPS Paulus Handigdo menyebutkan, pihaknya akan menggunakan dana tersebut untuk operasional perseroan. BPS pun berupaya terus mendorong transaksi margin. BPS bergerak dalam industri pasar modal dengan kegiatan usaha utama meliputi jasa perantara pedagang efek, penjamin emisi efek, penasihat keuangan dan pembiayaan efek. Wilayah pemasaran BPS saat ini adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Makassar dan Medan. Di masa mendatang, BPS akan mengembangkan wilayah pemasaran ke kota besar lain.
BPS juga memiliki fasilitas perdagangan efek saham melalui internet (online trading) dengan nama BP Online. Tahun lalu, BPS tercatat melakukan transaksi senilai Rp 16,7 triliun. Kemudian, volume transaksi obligasinya yakni Rp 20,2 triliun. Tahun ini BPS menargetkan kenaikan nilai transaksi ke Rp 21 triliun. Adapun volume transaksi obligasi diperkirakan mencapai Rp 34 triliun.
Saat ini, segmen pasar BPS adalah nasabah ritel di Indonesia. Di masa akan datang, BPS mengincar segmen nasabah institusi. Sedangkan segmen nasabah BPAM saat ini berada di Indonesia. Ke depan, BPAM mengincar nasabah luar negeri.
Demi menghadapi persaingan, BPII terus mengembangkan usaha melalui pertumbuhan organik. BPII konsisten memperluas jaringan pemasaran melalui penambahan kantor cabang di kota yang dianggap potensial. BPS dan BPAM juga terus mengembangkan produk investasi sesuai kebutuhan masyarakat.
Perekonomian yang mulai membaik sejak akhir 2013 menjadi modal bagi BPII. Direktur Utama BPII, Rudi Setiadi menargetkan, tahun ini BPII meraih laba komprehensif tahun berjalan Rp 28 miliar. Proyeksi itu turun dibandingkan 2013 sebesar Rp 32,69 miliar. Di tahun ini, BPII optimistis bisa membukukan pertumbuhan pendapatan 2,40% menjadi Rp 157 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News