kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Barito Pacific mematangkan proyek listrik Suralaya


Kamis, 12 April 2018 / 07:07 WIB
Barito Pacific mematangkan proyek listrik Suralaya
ILUSTRASI. Star Energy Geothermal


Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) mematangkan pembentukan joint venture bersama PT Indonesia Power. Anak usaha patungan bernama PT Indo Raya Tenaga itu akan menggarap PLTU Suralaya 9-10 Ultra Super Critical berkapasitas 2 x 1.000 MW.

Direktur BRPT Andry Setiawan menyatakan, kini tahapan joint venture sudah masuk finalisasi, terutama terkait kontrak EPC. Harapannya, Juli nanti rampung. Setelah itu masuk ke tahap financing.

Dengan harga batubara yang dipatok US$ 70 per ton, Andry berpendapat justru positif bagi perkembangan dunia kelistrikan. Sebab, penetapan tarif ini agar harga listrik tidak terlalu mahal. Bagi perusahaan, salah satu komponen biaya paling besar untuk produksi listrik adalah bahan baku. "Porsi BRPT di Indo Raya Tenaga sebesar 49%, sementara Indonesia Power menguasai 51%," kata Andry.

Pada akhir tahun ini, manajemen BRPT menargetkan final investment decision (FID) untuk PLTU Suralaya 9-10 di Cilegon, Banten. Pada akhir tahun depan, BRPT menargetkan FID untuk pabrik Chandra Asri Petrochemical (CAP)-II dengan konsumsi listrik bisa mencapai 200 MW.  "Harus sabar juga, karena membangun power plant, termasuk fund raising itu membutuhkan investasi lima tahun. Tidak mungkin bangun hari ini, besok sudah ada listrik," ungkap Agus Salim Pangestu, Presiden Direktur BRPT, kemarin.

Saat ini, Indonesia memang mengalami oversupply tenaga kelistrikan, namun jumlahnya tidak terlalu besar. Andry menyebutkan, oversupply listrik di Indonesia sebesar 30%, tapi tidak merata.

Sebab, ada beberapa tempat yang kelebihan pasokan, sementara daerah lain justru negatif. Dibandingkan Singapura, oversupply listrik Indonesia masih rendah. Sebab oversupply Singapura sudah mencapai 100%.

Selain membangun pembangkit listrik, BRPT saat ini mematangkan rencana penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Dari aksi ini, BRPT membidik memperoleh pendanaan senilai US$ 1 miliar. Dana tersebut akan dipakai untuk mengakuisisi Star Energy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×