Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali bulan November ini, pasar surat utang korporasi rupanya cukup semarak. Tercatat, sudah ada empat perusahaan yang menawarkan surat utang korporasi, yakni PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MEDC), PT Indomobil Finance, dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo).
Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menyebutkan, secara umum obligasi korporasi tersebut punya prospek yang menarik. Dia mencontohkan, Merdeka Copper Gold dan Indomobil sama-sama sebuah perusahaan yang punya induk perusahaan yang kuat. Sementara MEDC punya likuiditas yang baik seiring arus kas yang cukup tebal.
“Sementara dari sisi kupon yang ditawarkan, dengan likuiditas di pasar yang tinggi, namun supply obligasi korporasi yang terbatas, serta yield SBN yang turun, (kupon) cukup menarik dan kompetitif karena memang sudah mencerminkan kondisi pasar,” ujar Dimas kepada Kontan.co.id, Kamis (4/11).
Baca Juga: Manfaatkan momentum, emiten ramai-ramai terbitkan obligasi
Selain itu, Dimas juga menyebut obligasi korporasi masih menawarkan bunga yang lebih menarik jika dibandingkan dengan deposito. Selain itu, jika dibandingkan dengan yield SBN, spread premium yang ditawarkan obligasi korporasi juga jauh lebih menarik. Apalagi, ke depan pemulihan ekonomi dan aktivitas masyarakat akan menjadi katalis positif untuk memperkuat fundamental para emiten.
Namun, Dimas mengingatkan, hal tersebut harus diimbangi dengan kemampuan investor dalam memilah dan memilih obligasi korporasi yang berkualitas. Karena bagaimanapun, risiko masih tetap membayangi kinerja para emiten seiring pandemi Covid-19 belum sepenuhnya terselesaikan.
Baca Juga: Rupiah berpotensi menguat jika ekonomi kuartal ketiga 2021 tumbuh di atas 3%
Dalam memilih obligasi korporasi, dia menyebut mempertimbangkan sektor sebuah emiten merupakan hal yang tricky. Pasalnya, bisa saja secara sektor emiten tersebut tidak terdampak pandemi, namun ternyata fundamental perusahaan itu kurang baik, misalnya neraca keuangan yang ketat dan arus kas yang kurang baik.
Di satu sisi, bisa saja, secara sektor terdampak pandemi, namun ternyata emiten tersebut punya arus kas yang lancar dan neraca keuangan yang longgar atau beban utangnya tidak terlalu besar.
“Karena memilih obligasi korporasi tidak seperti memilih saham yang melihat pertumbuhan keuangan. Investor harus teliti dan memastikan neraca, arus kas, rekam jejak, punya tata kelola, hingga kemauan untuk membayar sebuah emiten sudah baik,” tutup Dimas.
Baca Juga: Tapering resmi dimulai, pasar SBN dinilai tidak akan kena dampak signifikan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News