Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah menanti beberapa pekan, akhirnya pasar mendapatkan jawaban yang pasti mengenai sikap Federal Reserve (The Fed) terkait tapering. Pada Rabu (3/11) waktu setempat atau Kamis pagi (4/11), The Fed mengumumkan tapering akan resmi dilakukan mulai bulan ini.
Hal ini menjadi pengetatan kebijakan moneter pertama yang dilakukan The Fed setelah sejak pandemi Covid-19 melanda. Pada awal pandemi, The Fed memangkas suku bunga acuan hingga hampir 0% dan membeli surat berharga senilai US$ 120 miliar per bulan.
Kini dengan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang semakin pulih, The Fed merasa dosis stimulus itu sudah bisa dikurangi. Sebagai awalan, pembelian aset dipangkas US$ 15 miliar menjadi US$ 105 miliar.
"Dengan mempertimbangkan kemajuan substansial yang terjadi, Komite memutuskan untuk mulai mengurangi besaran pembelian aset sebanyak US$ 10 miliar untuk obligasi pemerintah dan US$ 5 miliar untuk aset beragun kredit properti (mortgage-backed securities),” ungkap The Fed dalam pernyataan Kamis pagi.
Baca Juga: Utang pemerintah Indonesia di era Jokowi naik lagi, per September 2021 Rp 6.711 T
Alhasil, mulai bulan ini, FOMC memutuskan untuk membeli obligasi pemerintah senilai US$ 70 miliar dan mortgage-backed securites senilai US$ 35 miliar. Sementara pada Desember, nilai pembelian obligasi pemerintah akan menjadi US$ 60 miliar sedangkan mortgage-backed securities US$ 30 miliar.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual menilai kebijakan tapering ini tidak akan banyak memberikan dampak yang berarti ke pasar SBN. Menurut dia, sejauh ini tidak terlihat adanya sinyal pasar yang merespons secara negatif dan berlebihan. Hal ini berbeda dengan tapering yang terjadi pada 2013 silam.
“Komunikasi The Fed yang baik membuat pasar sudah mengekspektasikan tapering ini. Jadi, untuk tahun ini, hanya tapering yang terjadi. Berbeda dengan 2013 di mana tapering terjadi, lalu diiringi dengan tantrum alias gejolak yang terjadi di pasar karena serba mendadak,” kata David kepada Kontan.co.id, Kamis (4/11).
Baca Juga: Mulai Kurangi Pembelian Aset, The Fed Tetap Prioritaskan Lapangan Kerja
Lebih lanjut, David melihat pasar sejauh ini sudah priced-in dengan sentimen tapering ini. Tercermin dari berbagai indeks saham Amerika Serikat yang justru mencatatkan penguatan.
Sementara untuk SBN, dia meyakini karena kondisi yang berbeda dari 2013 silam, pasar tidak akan diliputi kekhawatiran. Saat itu, current account deficit tercatat defisit hingga di atas 3%, sementara pada saat ini justru malah surplus. Apalagi indikator ekonomi Indonesia juga perlahan mulai membaik.
“Jadi enggak ada alasan investor untuk melakukan aksi jual karena secara fundamental kita cukup baik. Jika pengendalian Covid-19 bisa konsisten baik, konsumsi masyarakat nanti meningkat, ekonomi pulih, kita punya posisi yang kuat. Ditambah lagi, secara yield, SBN ini menarik sekali sebenarnya,” tutup David.
Baca Juga: Tren suku bunga turun, industri dana pensiun pilih tempatkan investasi di obligasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News