Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Tak hanya di jajaran emiten farmasi, perusahaan yang bergerak di bisnis pupuk premium non-subsidi yakni PT Saraswanti Anugerah Makmur Tbk (SAMF) pun turut melakukan antisipasi. Pasalnya, untuk memproduksi pupuk NPK, sekitar 40% komponen bahan baku masih harus dipenuhi lewat impor.
Direktur Utama SAMF Yahya Taufik menjelaskan bahwa untuk kontrak yang sudah on hand, pergerakan kurs tidak berpengaruh. Sebab, untuk setiap pengadaan bahan baku sudah dilakukan hedging. Meski begitu, tak menutup kemungkinan akan berpengaruh terhadap harga jual pupuk ke depannya.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, SAMF menjalankan strategi untuk meningkatkan efisiensi, penambahan kapasitas pabrik, menjamin pasokan bahan baku, menjaga konsistensi kualitas produk, penguatan riset, serta networking sales & produk secara intensif.
Baca Juga: Turun Dua Hari Berturut-Turut, Simak Proyeksi IHSG untuk Rabu (11/5)
Sedangkan untuk mengantisipasi fluktuasi harga bahan baku, salah satu strategi yang ditempuh SAMF adalah menjalin kerja sama dengan para supplier bahan baku, guna mengamankan pasokan dan jaminan ketersediaan.
"Permintaan pasar terhadap produk SAMF masih sangat tinggi. Untuk itu kami terus berusaha agar bisa memenuhi permintaan para pelanggan," kata Yahya.
Sementara itu, bagi korporasi multi bisnis seperti PT Astra International Tbk (ASII), dampak fluktuasi kurs rupiah bervariasi. "Secara umum, fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar AS memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap bisnis Grup Astra," ujar Head of Investor Relations ASII, Tira Ardianti.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Pilihan Untuk Perdagangan Rabu (11/5)
Dia menggambarkan, pada lini bisnis otomotif, penguatan dolar AS berdampak pada kenaikan biaya bahan mentah yang sebagian masih diimpor. Pada akhirnya, kondisi ini bisa saja berdampak pada peningkatan harga produk otomotif, meski hal ini tetap akan mempertimbangkan daya beli konsumen.
Di sisi lain, penguatan dolar AS dapat meningkatkan kontribusi pendapatan dari ekspor, karena produk yang diekspor ketika dikonversi ke rupiah nilainya menjadi lebih tinggi. Selain itu, penguatan dolar AS juga menguntungkan sektor bisnis berbasis komoditas.
Kondisi itu seperti dialami oleh anak usaha Grup Astra, PT United Tractors Tbk (UNTR). "Ketika harga batubara sedang baik seperti saat ini, bisnis United Tractors diuntungkan karena sebagian besar pendapatan bisnis ini adalah dalam bentuk dolar AS," ungkap Tira.
Dalam hal kewajiban, Tira menyebut bahwa hampir seluruh liabilitas ASII saat ini sudah dilakukan hedging atau lindung nilai. Meski begitu, ASII akan terus memonitor fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.