Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten terpantau masih gencar melakukan penggalangan dana melalui rights issue. Aksi korporasi ini dilakukan mayoritas emiten untuk menambah permodalan.
Misalnya, PT Satria Antaran Prima Tbk (SAPX) berencana melakukan rights issue sebanyak-banyaknya 2,49 miliar saham biasa dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Aksi korporasi itu ditujukan untuk memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan kas SAPX, serta untuk rencana pengembangan usaha.
PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) resmi bakal melakukan rights issue sebanyak 8 miliar lembar saham yang setara dengan 37,16% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah rights issue. Nilai nominal yang dipatok Rp 100 per saham.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Berencana Tambah Modal Lewat Rights Issue, Begini Kata Analis
PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA) akan melakukan rights issue dengan jumlah sebanyak-banyaknya 27 miliar saham biasa atas nama Seri B. Nilai nominal per sahamnya Rp 100 yang berarti total nilai nominal Rp 27 miliar.
PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) atau BNC bakal rights issue dengan mengeluarkan sebanyak-banyaknya 5 miliar lembar saham baru. Aksi korporasi ini bertujuan untuk perkembangan usaha dan ekspansi bisnis.
PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) berencana rights issue sebanyak-banyaknya 13,5 miliar saham seri B atau 28,57% dari modal disetor dengan nominal Rp 50 per saham. Seluruh dana yang diperoleh BABP dari rights issue, setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, akan digunakan untuk pemberian kredit.
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, sumber pendanaan bagi perusahaan ada dua, yaitu utang dan modal. Mayoritas perusahaan akan selalu diprioritaskan untuk menggunakan utang dalam memenuhi pendanaan, baik untuk modal kerja maupun belanja modal.
Baca Juga: RUPSLB Bank Mayapada (MAYA) Setujui Right Issue Senilai 27 Miliar Saham
Namun, hal ini akan sangat bergantung pada kondisi leverage alias rasio utang yang dimiliki dan juga kondisi suku bunga pinjaman.
“Oleh karena itu, salah satu yang utama dalam melihat efektifitas pendanaan adalah biaya (cost of fund) atau tingkat bunga utang/pinjaman,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (5/10).
Pada kondisi saat ini, suku bunga memang tengah berada dalam fase tinggi, sehingga membuat cost fund meningkat.
Pendanaan melalui utang menghasilkan kewajiban beban keuangan berupa bunga yang dibayar secara rutin. Sementara, penggalangan dana melalui rights issue tidak menghasilkan kewajiban rutin berupa bunga.
“Hanya saja, rights issue membuat porsi kepemilikan pemegang saham eksisting berpotensi terdilusi jika tidak turut serta dalam rights issue,” paparnya.
Beberapa emiten yang mau melakukan right issue tersebut berasal dari sektor perbankan. Alfred melihat, rights issue merupakan cara yang paling cepat untuk meningkatkan permodalan.
Baca Juga: Darma Henwa (DEWA) Tepis Isu Masuknya Grup Salim Lewat Obligasi Konversi
“Apalagi di perbankan ada mandatory terkait dengan pemenuhan besaran modal, yang juga mempengaruhi operasional perusahaan,” ungkapnya.
Alfred memaparkan, besaran return menjadi daya tarik dari rights issue emiten. Return rights issue harus lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman.
“Return tersebut dapat diukur atau ditentukan oleh fundamental masing-masing perusahaan,” paparnya.
Selain itu, daya tarik rights issue adalah harga rights issue yang ditawarkan, tujuan penggunaan dana rights issue, dan potensi pertumbuhan fundamental perusahaan yang dihasilkan pasca rights issue.
“Jika tujuan penggunaan dananya untuk ekspansi, tentu akan memberikan potensi pertumbuhan yang lebih besar ke depan dan ini menjadi sentimen positif bagi perusahaan,” ungkapnya.
Baca Juga: Kinerja CPO Tertekan, Intip Rekomendasi Saham Emitennya
Alfred mengatakan, rights issue akan berdampak positif terhadap kinerja para emiten, karena bisa menambah permodalan dan meningkatkan leverage alias kemampuan berutang. Banyak emiten melakukan rights issue karena alasan sudah memiliki tingkat utang yang tinggi.
“Aksi rights issue biasanya mampu meraih jumlah pendanaan yang besar, sehingga akan signifikan bagi neraca perusahaan,” katanya.
Meskipun begitu, Alfred belum memberikan rekomendasi terhadap emiten-emiten yang akan segera melakukan rights issue tersebut.
Untuk emiten non-bank, seperti SAPX dan PANI, valuasi sahamnya dilihat sudah sangat tinggi. Price earning ratio (PER) SAPX sudah 300 kali dan PER PANI sudah 156 kali.
Sementara, untuk emiten pebankan, rights issue kali ini dilatarbelakangi untuk peningkatan modal. Secara valuasi, yang relatif masih murah berdasarkan rasio PBV (Price Book Value) adalah MAYA sebesar 0,4 kali, BCIC 0,6 kali, dan BABP 0,7 kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News