Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelonggaran stimulus yang dilakukan berbagai Bank Sentral menunjukkan perekonomian global masih belum stabil. Analis melihat terdapat potensi bagi Bank Sentral untuk mulai koleksi emas demi menstabilkan cadangan devisanya.
"Tahun depan terdapat kemungkinan besar bank sentral The Fed, Eropa, Inggris dan Jepang akan lebih banyak mengoleksi dan menimbun persediaan emas," jelas Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar kepada KONTAN.
Menurut pengamatan Deddy, tren ini mulai terlihat apalagi saat Rusia melaporkan akan menambah porsi emas dalam cadangannya.
Mengutip pemberitaan RT, Sabtu (2/11), per November, Rusia memiliki 1.801 ton emas atau 17,3% total cadangan devisa dan menjadi pemilik emas keenam terbesar setelah AS, Jerman, Italia, Prancis dan China.
Adapun sejak pemilihan Presiden Rusia Vladimir Putin tahun 2000, persediaan emas Rusia pada 2017 sudah naik 500% dari level 343 ton.
Pada catatan Deddy, per Agustus 2017 AS menduduki posisi tertinggi cadangan emas yakni sebanyak 8.133 ton atau setara dengan 74,5% dari cadangan devisanya. Posisi kedua diduduki oleh Jerman yang memiliki 3.374 ton atau 69% cadangan devisanya.
"Rusia akan menambah cadangan emasnya untuk menjaga stabilitas dan kekuatan ekonomi, karena rubel sempat melemah terjadap dollar imbas dari jatuhnya harga minyak," jelas Deddy pada KONTAN.
Ia melanjutkan, persediaan emas Rusia sudah meningkat hampir mendekati emas China, sehingga bila pembelian ini terus terjadi, pada tahun 2018 dalam rentang 2-3 bulan maka Rusia bisa menyalib cadangan emas China.
Deddy optimistis tahun depan, bila Russia terus mengirimkan sinyal permintaan emas yang tinggi, maka harganya bisa terkerek hingga level US$ 1.400 per ons troi.
"Apalagi di awal tahun menjelang tahun baru China, pelaku pasar china akan memburu emas," jelas Deddy.
Sedangkan untuk akhir tahun ini, Deddy melihat peluang emas bakal tertahan di level US$ 1.260 - US$ 1.300 per ons troi. Menurutnya terdapat halangan akibat optimisme dollar menguat setelah kenaikan suku bunga Desember oleh The Fed dan antisipasi reformasi pajak AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News