kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.880.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.260   50,00   0,31%
  • IDX 6.928   30,28   0,44%
  • KOMPAS100 1.008   6,44   0,64%
  • LQ45 773   2,07   0,27%
  • ISSI 227   2,98   1,33%
  • IDX30 399   1,47   0,37%
  • IDXHIDIV20 462   0,59   0,13%
  • IDX80 113   0,62   0,55%
  • IDXV30 114   1,38   1,22%
  • IDXQ30 129   0,27   0,21%

Bank Sentral Banyak Tinggalkan Dolar AS,Pamor Greenback sebagai Safe Haven Terancam?


Senin, 30 Juni 2025 / 14:32 WIB
Bank Sentral Banyak Tinggalkan Dolar AS,Pamor Greenback sebagai Safe Haven Terancam?
ILUSTRASI. Pamor dolar Amerika Serikat (AS) kian memudar di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan kebijakan kontroversial di Negeri Paman Sam. Statusnya sebagai aset safe haven pun mulai dipertanyakan usai sejumlah bank sentral mulai meninggalkan cadangan devisa dalam bentuk greenback. REUTERS/Yuriko Nakao


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pamor dolar Amerika Serikat (AS) kian memudar di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan kebijakan kontroversial di Negeri Paman Sam. Statusnya sebagai aset safe haven pun mulai dipertanyakan usai sejumlah bank sentral mulai meninggalkan cadangan devisa dalam bentuk greenback.

Menurut Bloomberg, Senin (30/6) pukul 14.20 wib, indeks dolar AS (DXY) berada di level 97,08. Nilainya turun 0,32% secara harian dan longsor hingga 10,39% secara year to date (ytd). Dibandingkan mata uang utama lainnya, dolar AS mengalami pelemahan paling dalam sejak awal tahun.

Menariknya, sejak awal tahun DXY terpantau turun ketika ketegangan global meningkat–kontradiktif dengan sifat safe haven yang selama ini melekat.

Baca Juga: Pamor Dolar Merosot, Dekati Level Terendah dalam Empat Tahun

Misalnya, pada bulan April pasca Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif, DXY tergelincir hingga ke bawah 100 bp. DXY bisa kembali ke level 100 bp pada pertengahan Mei, ketika Trump mengumumkan penundaan implementasi kebijakan tarifnya pada sejumlah negara sehingga kondisi global lebih kondusif.

Namun memasuki bulan Juni, DXY kembali loyo di tengah ketegangan geopolitik Timur-Tengah. Pasca serangan perdana Israel ke Iran pada 13 Juni 2025, DXY memasuki titik terendahnya sejak awal tahun di level 97. Nilainya perlahan memulih, tetapi segera turun kembali begitu AS ikut serta ke dalam konflik Iran-Israel. 

Kini, meski telah ada wacana gencatan senjata, ketegangan di antara keduanya tak serta merta hilang. Iran masih meragukan kesediaan Israel untuk mematuhi gencatan senjata. Dalam kondisi saat ini, greenback masih bergerak fluktuatif di level 97.

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menyebut, saat ini sentimen umum terhadap dolar AS memang cenderung negatif.

“Investor khawatir akan kebijakan dan tindakan Trump yang kontroversial,” katanya kepada Kontan, Kamis (26/6). 

Baca Juga: Rupiah Terus Melemah ke Rp 16.228 Per Dolar AS Hingga Tengah Hari Ini (30/6)

Di bawah kepemimpinan Trump, Lukman menilai secara fundamental dolar AS bakal dibayangi ketidakpastian. Prediksinya, jika tidak ada perbaikan dalam tiga tahun kepemimpinan Trump ke depan, volatilitas ekonomi AS dan global bakal senantiasa menekan dolar AS.

“Sentimen paling utama adalah kebijakan Trump terutama dalam hal tarif. Sentimen umum adalah dedolarisasi dan diversifikasi cadev ke aset lain,” jelas Lukman. 

Terkait itu, survei Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF) terhadap 75 bank sentral dunia menunjukkan bahwa minat diversifikasi cadangan devisa memang kian tinggi seiring fundamental ekonomi global, yang selama ini ditopang globalisasi dan dominasi dolar AS, mulai goyah.

“Proteksionisme, ketegangan geopolitik, dan kebijakan yang tidak stabil mulai masif terjadi. Dalam kondisi ini, 60% bank sentral yang disurvei berupaya untuk mendiversifikasi portofolionya dalam dua tahun ke depan,” demikian disebutkan dalam laporan OMFIF, 24 Juni 2025.

Secara bertahap, manajer cadangan devisa yang disurvei berencana mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan beralih ke mata uang lain. Persentase dolar AS dalam portofolio cadev survei menurun menjadi 5% dari 18% pada 2024 lalu.

Sejalan, data International Monetary Fund (IMF) juga menunjukkan proporsi cadev dolar AS global terus menurun hingga ke 57,80% pada 2024, dibanding 65,36% pada  2016. Lukman menilai ini menjadi salah satu indikasi lunturnya ketahanan dolar AS. 

“Umumnya kita melihat persentase cadev dolar AS untuk menilai statusnya sebagai safe haven. Namun, diversifikasi dari dolar AS semakin intens,” pungkasnya. 

Menurut proyeksi Lukman, hingga akhir tahun ketahanan dolar AS masih bergantung pada arah kebijakan Trump. Jika tidak ada perkembangan positif, terutama soal kebijakan tarif, DXY bisa menyentuh level 90-92 bp.

Selanjutnya: Presiden Prabowo Pimpin Rapat Terbatas Virtual, Bahas Strategi Nasional

Menarik Dibaca: Benarkah Makan Timun Bisa Menurunkan Darah Tinggi? Ini Jawabannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×