kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BAJA belum akan naikkan harga produksi


Senin, 24 Juni 2013 / 15:58 WIB
BAJA belum akan naikkan harga produksi
ILUSTRASI. Cara Cek Akreditasi Sekolah dan Madrasah Lewat BANSM Terkini. ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj. *** Local Caption ***


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA) harus menghadapi sejumlah tekanan dari segala sisi. Salah satunya adalah kenaikan beban biaya operasional.

Menurut Direktur Utama sekaligus Direktur Keuangan BAJA Handaja Susanto, beban operasional BAJA dipastikan akan naik karena salah satu pemasok bahan baku produksi perseroan yaitu PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) berencana meningkatkan harga jual produksinya.

Meski demikian, BAJA belum akan menaikkan harga jual produk. Hal itu dikarenakan, selain membeli bahan baku dari KRAS, BAJA juga mengimpor bahan baku produksinya dari Taiwan, Malaysia dan Korea Selatan dengan harga yang lebih rendah. Handaja mengaku, harga impor bahan baku dari luar negeri lebih murah 5%-7% jika dibandingkan dengan harga bahan baku dari KRAS.

"Kami menekan biaya produksi dari impor bahan baku yang harganya lebih rendah daripada harga KS. Jadi meski dollar Amerika Serikat menguat, tidak ada pengaruhnya, karena sudah berbeda 5%-7%. Karena itu, kami belum akan menaikkan harga jual. Belum ada perhitungan untuk kenaikan harga jual," kata Handaja di Gedung BEI, Jakarta, Senin (24/6).

Komposisi pengadaan bahan baku dari KS maupun impor ini, menurut Handaja adalah sebesar 50% berbanding 50%. Karena itu, untuk menekan biaya produksi, perseroan melakukan langkah antisipatif yaitu meningkatkan kapasitas jumlah produksi dan meningkatkan kualitas produksi unggulan, sehingga bisa meningkatkan efisiensi.

Handaja mengakui, salah satu risiko usaha perseroan adalah risiko nilai tukar valuta asing. Catatan saja, nilai tukar dollar Amerika Serikat meningkat dari Rp 9.068/ dollar pada akhir tahun 2011 menjadi Rp 9.670/ dollar pada akhir tahun 2012.

Peningkatan nilai tukar valuta asing ini mengakibatkan perseroan menderita kerugian kurs valuta asing sebesar Rp 29,77 miliar selama tahun 2012. Sedangkan sepanjang tahun 2011 tercatat rugi kurs sebesar Rp 8,78 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×