Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mengatur porsi penjatahan saham dalam initial public offering (IPO). Ini merupakan salah satu strategi BEI untuk meningkatkan likuiditas pasar modal.
BEI tengah menggodok aturan untuk memperbesar porsi investor ritel atau pooling allotment untuk perusahaan yang melakukan IPO. BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan aturan baru tersebut bisa berlaku efektif pada kuartal I-2018.
Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, mengatakan, saat ini BEI sedang berkoordinasi dengan OJK untuk membahas skema aturan penjatahan tersebut. "Tentunya ini tergantung dari OJK, aturannya akan disesuaikan. Beberapa aturan dari penawaran umum kami targetkan selesai pada kuartal 1-2018," kata Samsul di Jakarta, Kamis (14/12).
Dia mengatakan, selain untuk meningkatkan likuiditas pasar modal, BEI juga ingin meningkatkan kepemilikan investor ritel. "Karena kami ingin buat IPO ini bisa lebih dirasakan oleh semua pihak. Oleh karena itu, porsi pooling dilebarkan," lanjutnya.
Namun, Samsul belum dapat menyebutkan berapa persen jatah saham perdana yang akan ditambah untuk investor ritel. Yang jelas, nantinya besaran porsi tersebut, akan ditentukan dari valuasi dan nilai emisi IPO yang dilepas ke publik.
Selain melihat dari nilai IPO, besaran porsi penjatahan juga akan disesuaikan dengan kemampuan sekuritas sebagai penjamin emisi IPO. "Artinya, kami juga akan tetap membuat suatu formulasi yang tidak membebani underwriter," imbuh Samsul.
Samsul meyakini, aturan ini tidak akan merugikan underwriter dan emiten. "Justru emiten bisa senang, karena pemegang saham mereka jadi lebih banyak," imbuh dia.
Dengan saham yang lebih terdistribusi, pembentukan harga saham perdana dinilai bisa lebih baik. "Dan bisa menggambarkan refleksi harga pasar yang sebenarnya," tandas Samsul.
Namun Riska Afriani, Kepala Riset OSO Sekuritas, mengatakan, biasanya perusahaan yang melakukan IPO sudah memiliki standby buyer dan sudah melakukan roadshow. Sehingga jatah untuk masyarakat tidak begitu banyak.
Di sisi lain, aturan ini juga harus mempertimbangkan kemampuan investor ritel dalam menyerap saham. Karena biasanya, pendanaan dari investor ritel juga tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan investor institusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News