kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Aset Kripto Masih Jawara di 2021 dari Berbagai Instrumen Investasi


Jumat, 31 Desember 2021 / 09:05 WIB
Aset Kripto Masih Jawara di 2021 dari Berbagai Instrumen Investasi


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Menyambut tahun depan, Wawan optimistis saham akan jadi instrumen investasi yang paling moncer dari sisi kinerja. Beberapa saham yang masih tertinggal di tahun ini, diekspektasikan akan mencatatkan perbaikan kinerja pada tahun 2022.

“Memasuki pemulihan ekonomi, Indonesia punya banyak modal. Dari sektor kesehatan, penanganan pandemi Covid-19 kita sudah sangat baik. Lalu, harga komoditas yang tinggi juga dorong penerimaan pajak sehingga buat pemerintah punya banyak dana untuk tahun depan,” kata Wawan.

Selain itu, Wawan menambahkan, sentimen seperti tax amnesty dan implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) juga akan jadi sentimen positif. Hanya saja, kenaikan suku bunga AS pada tahun depan akan jadi tantangan karena akan ikut membuat Bank Indonesia turut naikkan suku bunga acuan. 

Namun, proyeksi Wawan, BI hanya akan menaikkan sebanyak 50 basis poin dan itu pun dilakukan di akhir tahun. Sehingga dinilai tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi tahun depan. 

Baca Juga: 11 Platform Aset Kripto yang Terdaftar di Bappebti, Waspada Investasi Bodong

Sementara Reza menambahkan, prospek pemulihan ekonomi masih akan mendorong tren positif kinerja IHSG, obligasi korporasi & obligasi negara. Menurutnya, tahun 2020 merupakan fase pandemi, kemudian 2021 fase pemulihan dan dilanjutkan fase normalisasi pada pasar global dan akselerasi di tahun 2022. 

Proses akselerasi ini pada akhirnya akan menjadi katalis positif untuk instrumen saham dan pada akhirnya akan membuat saham jadi kelas aset yang unggul dibanding obligasi. Walaupun para pelaku ekonomi diharapkan akan lebih agresif untuk melakukan ekspansi dan mencari pembiayaan dengan menerbitkan obligasi korporasi,  keputusan The Fed menaikkan suku bunga acuan bisa menjadi katalis negatif untuk pasar obligasi. 

“Obligasi korporasi secara imbal hasil masih akan tetap tinggi di tahun depan, namun risikonya juga lebih tinggi dibanding obligasi negara. Pasar keuangan masih berpotensi mengalami volatilitas yang tinggi seiring dengan kebijakan tapering dan perubahan suku bunga dari the Fed maupun US Treasury,” imbuhnya.

Reza dan Wawan masing-masing memproyeksikan IHSG pada tahun depan bisa mencapai level 7.300 dan 7.500.

Baca Juga: Turun Pada Perdagangan Terakhir, IHSG Menguat 10,08% ke 6.581 di Tahun 2021

Mempertimbangkan hal tersebut, Reza menyarankan investor untuk memanfaatkan momentum diversifikasi guna memaksimalkan investasi pada tahun mendatang. Dengan laju pertumbuhan kredit yang masih relatif rendah dan imbal hasil obligasi yg menarik, momentum ini bisa dimanfaatkan para investor untuk masuk pada reksadana yang memiliki unsur obligasi.

Lalu, ketika momentum kenaikan suku bunga dan tapering dari The Fed, investor bisa memanfaatkannya untuk masuk pada produk reksadana pasar uang. Namun setelah ekonomi berangsur pulih, investor bisa langsung memanfaatkan momentum untuk masuk pada reksadana saham.

Secara persentase, Reza menyarankan investor mengatur portofolionya di saham 50%, lalu 20% di obligasi dan 30% di pasar uang. Sedangkan Wawan, menyarankan untuk menggunakan format 40-30-30 dengan porsi terbesar sesuai profil risiko ataupun momentum yang ada di pasar.

Baca Juga: Berikut Jawara Indeks Sektoral BEI Sepanjang 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×