Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi Amerika Serikat (AS) naik melampaui konsensus. Ini menandakan The Fed berpotensi mengerek suku bunga acuan lebih cepat. Kebijakan tersebut diyakini tak hanya berdampak pada nilai tukar, melainkan ke indeks saham global, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Inflasi AS pada Januari lalu naik hingga 0,5%, lebih tinggi dibandingkan konsensus 0,3%. Menguatnya inflasi menyebabkan probabilitas kenaikan bunga acuan The Fed semakin besar dan kelak mempengaruhi IHSG.
Meski begitu, analis Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido melihat kenaikan bunga The Fed masih bergantung tingkat pengangguran (unemployment rate) AS. "Jika bulan depan unemployment rate membaik, kemungkinan The Fed menaikkan bunga Maret nanti semakin besar," ujar dia ke Kontan.co.id, Sabtu (17/2).
Meski kenaikan bunga AS semakin dekat, Bank Indonesia tetap mempertahankan bunga acuan. Akhir pekan lalu, BI mempertahankan 7-day reverse repo rate (7DRR) di 4,25%, sesuai prediksi analis.
Perbedaan suku bunga AS dan Indonesia yang tak terlalu jauh, menurut Kevin, bisa membuat investor asing menarik dana, hingga terjadi capital outflow. "Adanya pertumbuhan ekonomi di AS membuat investor asing lebih tertarik masuk pasar AS dibanding Indonesia," kata dia.
Kebijakan Presiden AS Donald Trump soal pemotongan pajak korporasi juga akan membuat laba perusahaan di AS naik. Ini membuat asing kian yakin mengalihkan dananya.
Plus, yield US Treasury terus naik dan IHSG sudah overbought. Alhasil, potensi koreksi IHSG besar. Sejak awal tahun hingga pekan lalu, asing mencatatkan net sell senilai Rp 6,89 triliun.
Tapi Kevin yakin IHSG masih bisa mengatasi efek sentimen capital outflow. Pasalnya, investor lokal cukup masif masuk pasar, sehingga IHSG tidak jatuh dalam akibat capital outflow.
Di sisi lain, asing masih mungkin bertahan di pasar Indonesia. "Ada sentimen positif, baik dari kinerja emiten yang diprediksi tumbuh dan hasil pemeringkatan tahunan dari S&P dan Moody's, yang bisa jadi sentimen baik bagi IHSG," kata Kevin.
Pengamat pasar modal Muhammad Alfatih melihat isu AS bukanlah sebagai hal negatif. "Investor juga pasti melihat faktor lain, seperti nilai tukar rupiah serta pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar dia.
Lagipula, kebijakan BI mempertahankan bunga adalah langkah tepat. Suku bunga yang rendah diharapkan bisa mendorong ekspansi kredit dan pertumbuhan ekonomi, sehingga bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG.
Meski begitu, Alfatih mengingatkan agar investor tetap berhati-hati. "Risiko harus tetap terjaga karena tingginya IHSG bisa membuat volatilitas semakin tinggi pula," kata dia.
Adanya potensi koreksi ini tak hanya akan memberikan pengaruh terhadap sektor tertentu. Semua sektor ikut turun jika IHSG terkoreksi. Agar tak merugi, Kevin menyarankan investor mencermati saham konsumer yang tergolong defensif, seperti saham HMSP dan GGRM. Kedua saham ini dinilai mampu menahan berbagai sentimen negatif yang menghambat laju IHSG.
Terkait strategi di kala IHSG rawan koreksi, Kevin menyarankan investor melakukan diversifikasi. Investor perlu mencari momentum tepat sebelum masuk pasar saham di tahun ini. "IHSG diperkirakan memiliki fluktuasi tinggi tahun ini," kata dia. Terkait sektor saham pilihan, Kevin merekomendasikan perbankan dan konstruksi, karena masih berpotensi tumbuh tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News