Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Selain itu, diversifikasi juga jadi langkah penting yang perlu dilakukan investor saat ini. Beberapa jenis instrumen investasi (kelas aset) bisa dilirik untuk mengurangi risiko fundamental, valuasi dan risiko likuiditas.
Adapun untuk porsi cash, Farash menganjurkan untuk tidak perlu berlebihan. Investor cukup mengantongi kas untuk kebutuhan operasional dan dana darurat. Selebihnya, dia menyarankan untuk diinvestasikan baik jangka pendek di pasar uang, jangka menengah di instrumen reksadana pendapatan tetap, hingga saham untuk prospek jangka panjang.
Untuk investor ritel, investasi reksadana bisa jadi pertimbangan ke depan. Ada juga reksadana pasar uang untuk pilihan jangka pendek, ETF obligasi untuk jangka menengah dan reksadana indeks LQ45 untuk pilihan investasi di jangka panjang.
Baca Juga: Walau dibayangi volatilitas, pasar obligasi masih punya prospek yang menarik
Bagi investor yang memiliki profil risiko konservatif bisa memilih instrumen reksadana pasar uang untuk investasi jangka waktu setahun ke depan. Namun, jika ingin berinvestasi untuk tiga tahun ke depan, bisa melakukan kombinasi instrumen dengan 70% aset ditempatkan di pasar uang dan 30% pada ETF Obligasi. Sedangkan untuk jangka panjang bisa menempatkan 10% aset di reksadana pasar uang, 20% pada reksadana pendapatan tetap dan 70% pada saham.
Sedangkan untuk investor moderat jangka panjang, bisa mengalokasikan 10% asetnya di reksadana pasar uang, 45% pada reksadana pendapatan tetap dan sisanya yakni 45% di reksadana saham.
Baca Juga: Investor disarankan berani mengatur portofolio lebih agresif di semester dua
Selanjutnya, untuk si agresif jangka panjang bisa menempatkan 10% asetnya pada reksadana pasar uang, 10%-20% pada reksadana pendapatan tetap dan sisanya sekitar 705-80% bisa ditempatkan di saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News