Reporter: Nur Qolbi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meninjau kembali persentase penjatahan terpusat (pooling allotment) dalam aturan electronic bookbuilding (e-bookbuilding).
“Kalau bisa persentase alokasi buat investor retail di-review kembali besarannya atau diterapkan secara bertahap,” kata Ketua Umum APEI Octavianus Budiyanto kepada Kontan.co.id, Kamis (25/7) lalu.
Sebagai informasi, surat edaran OJK ini mengatur tentang penerapan pelaksanaan penawaran awal, penawaran, penjatahan, dan distribusi saham secara elektronik. Dalam rancangan beleid tersebut, persentase penjatahan pooling menggunakan sistem bertingkat dengan kisaran 2,5%-15%.
Semakin besar nilai initial public offering (IPO), semakin sedikit persentase penjatahan saham untuk investor retail.
Baca Juga: Minimalkan joki saham, aturan electronic bookbuilding wajibkan investor punya SID
Untuk IPO golongan I dengan nilai emisi hingga Rp 100 miliar, jatah pooling-nya sebesar 15%. Kemudian, untuk IPO golongan II dengan nilai emisi Rp 100 miliar-Rp 250 miliar dikenakan jatah pooling 10%. Selanjutnya, untuk IPO golongan III dengan nilai emisi Rp 250 miliar-Rp 500 miliar, jatah poolingnya sebesar 7,5%.
Untuk IPO golongan IV dengan nilai emisi Rp 500 miliar-Rp 1 triliun, jatah pooling 5%. Terakhir, untuk IPO golongan V dengan nilai emisi di atas Rp 1 triliun jatah pooling adalah 2,5%. Asal tahu saja, saat ini, jatah pooling hanya sebesar 1% dari jumlah saham yang ditawarkan saat IPO.
Sebelumnya, berdasarkan catatan Kontan.co.id, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, aturan ini tengah dalam tahap finalisasi dan akan rampung Oktober 2019.
Baca Juga: Beleid electronic bookbuilding rampung Oktober, APEI: ada porsi penjatahan bertingkat
Menurut dia, OJK telah meminta masukan dari para pemangku kepentingan sejak 22 November 2018 demi mengeluarkan aturan yang tepat. Sayangnya, saat ditanyakan mengenai persentase jatah pooling yang disetujui, Hoesen mengatakan supaya menunggu aturan finalnya saja.
Di samping meminta pengecilan jatah pooling, Octavianus juga mengatakan supaya aturan e-bookbuilding ini diterapkan secara bertahap. Alasannya, aturan ini perlu disosialisasikan terlebih dahulu untuk melihat reaksi dari para pelaku pasar.
“Supaya program dapat berjalan sukses dan mencapai tujuan untuk memperkuat basis investor retail,” ucap dia, Jumat (26/7).
Baca Juga: Molor, Aturan Penjatahan Saham IPO Secara Elekronik Akan Terbit Oktober Tahun Ini
Ia menambahkan, sebelum aturan ini bener-benar berlaku, penting untuk melakukan uji sistem e-bookbuilding ini. Dengan begitu, penjamin pelaksana emisi efek (underwriter) punya waktu yang cukup untuk melaksanakan sosialisasi dan uji coba sistem baru ini.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan, pihaknya memang mengajukan adanya masa transisi (grace period) selama kurang lebih enam bulan sebelum aturan tersebut berlaku efektif. OJK juga berencana untuk melakukan pilot project terlebih dulu.
Selanjutnya, Octavianus juga meminta agar teknis penerapan penyelesaian pendebetan rekening dana nasabah (RDN) dalam aturan tersebut tidak terlalu dekat dengan waktu pencatatan efek atau listing.
Baca Juga: OJK harapkan aturan e-bookbuilding terbit Oktober 2019
Sebagai informasi, e-bookbuilding adalah salah satu cara untuk membuat harga saham perdana atau saham IPO menjadi lebih objektif dan distribusi saham menjadi lebih merata.
Tindakan ini adalah salah satu respons OJK dalam melihat fenomena lonjakan harga saham IPO, serta adanya permintaan saham IPO yang hanya dipegang oleh pihak-pihak tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News