kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.950   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Apasaja saham yang terjangkit pelemahan rupiah?


Jumat, 27 Oktober 2017 / 21:03 WIB
Apasaja saham yang terjangkit pelemahan rupiah?


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah cukup dalam pada penghujung bulan Oktober. Kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan pelemahan sebesar 0,52% ke level Rp 13.630 per dollar Amerika Serikat (AS).

Pelemahan tersebut membawa pengaruh pada kinerja sebagian operasional maupun keuangan emiten. Ada beberapa emiten yang menuai berkah atas pelemahan rupiah tersebut.

Diantaranya seperti perusahaan yang memiliki eksposur volume ekspor cukup besar. Khususnya bagi emiten yang memiliki penjualan dalam bentuk dollar sementara biaya operasional dalam bentuk rupiah.

"Emiten yang rugi, mereka yang banyak bahan baku impor, seperti farmasi, petrochemical. Itu dari sisi operasional," terang Alfred Nainggolan Kepala Riset Koneksi Kapital kepada KONTAN, Jumat (27/10).

Lebih lanjut, Alfred menyatakan bukan hanya dari sisi operasional saja. Namun, pelemahan rupiah tersebut memberikan pengaruh terhadap surat utang perusahaan yang berdenominasi dollar AS.

Hal ini bisa meningkatkan beban keuangan perusahaan karena mereka akan membayar cicilan pokok menggunakan dollar. "Emiten properti biasanya pakai surat utang redominasi dollar, ini yang paling signifikan," imbuhnya.

Menurutnya, pelemahan rupiah tersebut masih terbilang wajar. Pasalnya, ini merespons dari kebijakan kenaikan suku bunga The Fed, dan juga merespon penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. "Dua minggu ini masuk 13.500-13.600. Pasar melihat masih wajar, karena dampak dari kebijakan sebelumnya," tambahnya.

Meski demikian, kebijakan dari Amerika Serikat tetap bisa berpengaruh. Namun, menurutnya Bank Indonesia tetap akan melakukan intervensi. Alfred menilai, sentimen rupiah tersebut hanya jangka pendek. Pasalnya, indikator makro ekonomi Indonesia menujukkan perbaikan. "Masih belum cukup mencemaskan sekali," ujarnya.

Alfred menyatakan, emiten seperti SRIL dan DSFI bisa diuntungkan dengan kondisi pelemahan mata uang rupiah. Namun, ada emiten yang dirugikan. Diantaranya seperti ASRI yang memiliki utang bentuk dollar cukup besar dan sektor farmasi. Alfred menyarankan, agar sebaiknya menghindari emiten ini. Sedangkan untuk sektor properti yang juga menggunakan bahan baku impor, akan terpengaruh. Namun, dampaknya tidak begitu besar.

"Biasanya, mereka sudah membeli di awal, dan mereka ada range harga pembeliannya juga," imbuhnya.

Sementara itu, Edwin Sebayang Kepala Riset MNC Sekuritas justru mempertanyakan sampai berapa lama pelemahan rupiah tersebut akan terjadi. Pasalnya, bila nanti berlangsung lama bukan hanya berdampak pada sisi operasional, namun juga berpengaruh dari sisi kewajiban obligasi.

"Misalnya obligasi dalam bentuk rupiah. Mereka harus beli dollar lebih mahal. Kalau nanti memang agak lama. utang luar negeri kita juga besar sekali," ujar Edwin kepada KONTAN, Jumat (27/10).

Untuk itu, emiten yang memiliki utang dalam dollar akan terpengaruh. Begitu halnya dengan emiten yang banyak membutuhkan bahan baku dari luar negeri. Sektor yang terpengaruh, diantaranya seperti farmasi, ritel, baja, dan industri dasar. Selain itu, properti juga terkena dampak karena utang dalam bentuk dollar yang dimiliki perusahaan.

Menurutnya, rupiah juga berpotensi melemah kembali. Hal ini seiring dengan adanya rencana The Fed merampingkan neraca, adanya rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat atau Fed Fund Rate. Hingga adanya potensi pemotongan pajak perusahaan yang berpotensi menguatkan dollar AS. "Kalau pelemahan berlangsung lama, pengaruhnya besar dan cukup riskan," imbuhnya.

Selain bisa menekan, ada beberapa emiten yang bisa diuntungkan atas kondisi ini diantaranya seperti sektor tambang ITMG, ADRO, dan HRUM. SRIL juga karena sebagai perusahaan yang berorientasi ekpor. Pun halnya dengan INCO yang sebagian memiliki cost dalam dollar.

Liyanto Sudarso, Investment Analyst MNC Asset Management menyatakan bila reformasi pajak dari Amerika Serikat berhasil, bisa berpotensi ada suku bunga The Fed lanjutan. Pengetatan likuiditas Amerika Serikat tahun depan, akan memberikan pengaruh terhadap nilai tukar rupiah.

Yang diuntungkan seperti emiten berbasis crude palm oil (CPO) dan tambang seperti LSIP, AALI, PTBA, ITMG, dan ADRO. "Yang dirugikan, emiten dengan eksposur impor bahan baku dari luar seperti KLBF dan INDF,"
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×