Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Cipta Wahyana
JAKARTA. PT Benakat Petroleum Energy Tbk (BIPI) belum menuntaskan akuisisi PT Astrindo Mahakarya Indonesia (AMI). Padahal, BIPI menyatakan niatnya membeli 100% AMI dari PT Indokreasi Nuansa Sejahtera senilai US$ 600 juta, sudah mengemuka sejak akhir tahun 2011 dan optimistis proses akuisisi bakal tuntas Maret 2012.
Nyatanya, setahun lewat dari rencana, akuisisi AMI belum kelar juga. Agaknya, masalah sumber pendanaan akuisisi masih menjadi hambatan utama penyelesaian akuisisi AMI.
BIPI memang sudah menyiapkan sejumlah skenario penggalangan dana untuk membayar transaksi tersebut. Dalam prospektus yang terbit 12 Desember 2012, BIPI mengungkapkan enam sumber pendanaan akuisisi AMI.
Pertama, BIPI menggaet utang US$ 117 juta dari Nixon Investments Pte Ltd. Kedua, BIPI mendapat utang US$ 90 juta dari AMI. AMI mendapatkan dana itu dari Nomura Singapore Ltd senilai US$ 150 juta yang dijamin saham AMI. Saham jaminan itu pula yang akan diakuisisi BIPI.
Ketiga, BIPI meraih pinjaman US$ 220 juta dari Poseidon Corporate Service. Keempat, BIPI meminjam US$ 32,6 juta dari PT Ciptadana Capital. Kelima, BIPI mendapatkan dana tambahan dari penjualan anak usaha, PT Benakat Patina, senilai US$ 105 juta kepada PT Florenceville. Sumber dana keenam atau yang terakhir berasal dari kas BIPI.
Belum jelas bagaimana hasil dari skema penggalangan dana itu. "Kalau dana sudah aman, kami akan mengumumkan finalisasi akuisisi AMI paling lambat April 2013," kata Firlie Ganindito, Direktur BIPI, Selasa (19/3).
Di luar urusan pencarian sumber dana akuisisi, pemilik dan pengelola AMI juga menarik untuk ditelusuri. Kabar yang beredar, AMI adalah induk usaha dua perusahaan, PT Mitratama Perkasa dan PT Nusa Tambang Pratama, yang dijual PT Bumi resources Tbk (BUMI) beberapa waktu yang lalu.
Tak heran, spekulasi yang beredar, transaksi ini melibatkan perusahaan milik Grup Bakrie. Apalagi, sejumlah kejadian turut memperkuat spekulasi itu.
Sebut saja masuknya Ciptadana sebagai pemberi pinjaman AMI. Sebagai catatan, pada 31 Agustus 2010, Ciptadana pernah membeli surat utang terbitan anak usaha AMI, PT Nusantara Pratama Indah, senilai US$ 32,64 juta. Nusantara Pratama menggunakan dana itu untuk mengakuisisi 70% saham PT Mitratama Perkasa. Belum jelas dari siapa Nusantara Pratama membeli saham Mitratama.
Satu hal yang sudah terang, Mitratama berkaitan erat dengan BUMI. Awalnya, BUMI menguasai 99,83% saham Mitratama.
Tahun 2012, BUMI menjual 69,83% saham Mitratama kepada PT Cahaya Pratama Lestari senilai US$ 190 juta. Agustus 2012, BUMI kembali menjual 30% saham Mitratama kepada PT Sumber Energi Andalan Tbk (ITMA).
Keputusan ITMA mengakuisisi Mitratama terbukti ampuh. Dalam laporan keuangan per 31 Desember 2012, ITMA mendapatkan bagian dari laba PTMP senilai Rp 76,73 miliar. Alhasil, di tahun 2012, ITMA sukses meraup laba bersih Rp 84,08 miliar, dari sebelumnya rugi Rp 1,49 miliar.
Direktur Utama BIPI, M. Suluhuddin Noor, beberapa waktu lalu mengungkapkan, dua anak usaha AMI, Mitratama dan Nusa Tambang memiliki kapasitas eksplorasi batubara 70 juta ton per tahun. Klien terbesar AMI adalah dua anak usaha BUMI, yaitu PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia.
Selain latar belakang AMI, kemunculan nama Florenceville makin memperkuat aroma kaitan Grup Bakrie dengan rencana akuisisi AMI oleh BIPI. Maklum, pada 28 Desember 2009, Florenceville sempat berencana membeli 7,4 juta unit saham atau 20% saham Gallo Oil (Jersey) Ltd milik BUMI. Tapi, pada 21 April 2011, kedua belah pihak membatalkan transaksi itu. Alasannya, Florenceville gagal meraih pendanaan.
BIPI tegas membantah afiliasi AMI dengan Grup Bakrie. Christoper Fong, Juru Bicara Grup Bakrie, juga menepis anggapan bahwa AMI adalah milik Grup Bakrie. Dia menuding, kabar ini sengaja dihembuskan oleh kubu Nathaniel Rothschild. "Mungkin Rothschild yang bisa menjawab, karena dia ahli mengarang cerita," tutur Fong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News