Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Penurunan volume produksi yang signifikan menyeret kinerja PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) pada semester pertama tahun ini. Pada enam bulan pertama tahun ini, ANTM mencatat pendapatan Rp 3,01 triliun, turun 27,66% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp 4,16 triliun.
"Kinerja keuangan ANTM semester satu merupakan refleksi penurunan volume penjualan komoditas feronikel dan emas, serta pengaruh harga komoditas," kata Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama ANTM dalam siaran pers, Senin (4/9).
Volume penjualan feronikel ANTM turun 4% menjadi 7.791 ton nikel dari sebelumnya 8.304 ton nikel. Harga jual rata-rata nikel ANTM mencapai US$ 4,55 per pon.
Volume penjualan emas pun anjlok 38% menjadi 3,3 ton ketimbang semester pertama tahun lalu 5,39 ton. Arie mengatakan, penurunan volume penjualan emas ini disebabkan oleh adanya gangguan fasilitas pemurnian logam mulai di awal 2017. Arie menambahkan, saat ini gangguan sudah terselesaikan.
Sebenarnya, ANTM mencetak kenaikan margin laba kotor, karena beban pokok penjualan yang juga tertekan. Margin laba kotor ANTM sebesar 4,47% pada semester satu tahun ini. Semester satu tahun lalu, ANTM mencatat margin laba kotor 2,88%.
Tapi, ANTM mencatat rugi bersih Rp 496,12 miliar per Juni dari posisi tahun sebelumnya dengan keuntungan Rp 11,03 miliar. Kerugian ini terutama berasal dari beban keuangan ANTM melonjak menjadi Rp 304,17 miliar dari sebelumnya Rp 141,48 miliar.
ANTM juga mencatat kerugian entitas asosiasi dan ventura bersama Rp 162,49 miliar, naik hampir tigak kali lipat ketimbang beban tahun lalu Rp 58,43 miliar. ANTM pun mencatat penghasilan lain-lain bersih sebesar Rp 374,41 miliar tahun lalu.
ANTM optimistis bisa memperbaiki kinerja pada semester dua tahun ini. "Upaya efisiensi yang berkelanjutan serta adanya tren peningkatan harga komoditas akan meningkatkan kinerja finansial semester dua 2017," imbuh Arie.
Hingga akhir Juni, ANTM membelanjakan Rp 811,7 miliar untuk keperluan investasi. Dari total angka tersebut, Rp 93,6 miliar untuk investasi rutin, Rp 713 miliar untuk investasi pengembangan, dan Rp 5,1 miliar untuk biaya ditangguhkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News