Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pergerakan saham emiten produsen minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) tengah melaju kencang.
Sejak awal tahun, saham sejumlah emiten CPO tercatat naik signifikan. Tengok saja, saham PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) sudah naik 68,69% secara year to date (YTD).
Lalu, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) sahamnya terbang 138,71% YTD dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) juga melesat 106,78% YTD.
Dari Grup Triputra, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) sahamnya masing-masing naik 89,54% dan 56,84% YTD.
Saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) naik 12,90% YTD. Kemudian, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) sahamnya naik 38,97% YTD.
Tak ketinggalan, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) yang naik 144,06% YTD.
Baca Juga: Saham Emiten CPO Terpantau Melaju, Termasuk Emiten Haji Isam Jhonlin Agro (JARR)
Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, kenaikan harga saham para emiten CPO sesuai dengan kinerja keuangan mereka per semester I 2025.
Namun, memang perlu diperhatikan bahwa setiap emiten punya momentum masing-masing sampai harga sahamnya naik, walaupun sama-sama tengah diselimuti sentimen positif.
“Ada saham emiten yang harganya naik duluan, ada yang naiknya belakangan. Tapi, semua emiten secara YTD sudah hijau,” katanya kepada Kontan, Jumat (15/8).
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas mengatakan, laju harga saham emiten sawit didorong oleh harga CPO global yang ada di level tinggi.
“Tingginya harga CPO dunia lantaran ada peningkatan permintaan dari India dan China, serta suplai yang terbatas dari Indonesia maupun Malaysia,” ujarnya kepada Kontan, Jumat.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Nafan melihat, kinerja emiten sawit domestik akan sangat terbantu oleh sentimen positif kebijakan B40 dan B50. Kebijakan biodiesel yang dirancang pemerintah itu dinilai akan meningkatkan permintaan untuk CPO dari pasar domestik.
Di sisi lain, kehadiran Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) bisa menjadi tantangan bagi emiten CPO ke depan. Asal tahu saja, Satgas PKH dibentuk sesuai Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Baca Juga: Gapki Khawatirkan Target B50 2026 Berpotensi Terdampak Penurunan Ekspor CPO
Dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto bilang bahwa Pemerintah sudah menguasai kembali 3,1 juta hektare (ha) lahan sawit yang terverifikasi melanggar aturan sesuai kebijakan tersebut.
Sebenarnya, Pemerintah mencatat ada 5 juta hektare lahan sawit yang diduga melanggar aturan terkait kawasan hutan lindung. Namun, baru 3,7 juta ha yang resmi terverifikasi melanggar.
Artinya, tinggal 0,6 juta hektare lahan sawit terverifikasi melanggar aturan yang belum dikuasai kembali oleh negara.
Dari dokumen yang dirilis oleh pemerintah di awal tahun 2025, SGRO, TAPG, AALI, ANJT, DSNG, BWPT, LSIP, PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT), dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) masuk dalam daftar SK Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025.
Menurut Nafan, jika lahan dari para emiten itu sudah diambil alih oleh negara, kinerja produksi mereka bisa berkurang.
“Ini nantinya akan mengganggu kinerja emiten CPO secara keseluruhan,” ungkapnya.
Nafan pun merekomendasikan sell on strength untuk SGRO, BWPT, JARR, dan LSIP.
Dari sejumlah emiten itu, Kiswoyo menyoroti kinerja BWPT yang meskipun pendapatan dan laba naik, tetapi liabilitasnya cukup tinggi.
Per 30 Juni 2025, jumlah liabilitas BWPT sebesar Rp 7 triliun. Sementara, pendapatan hanya Rp 2,77 triliun dan laba bersih Rp171,88 miliar per semester I 2025. Debt equity ratio (DER) BWPT juga sebesar 270,26%.
“Kinerja BWPT terbantu dari usia tanaman mereka yang sedang ada di masa produktif,” ungkapnya.
Di sisi lain, Kiswoyo menilai kinerja emiten CPO yang paling baik adalah TAPG. Tak hanya kinerja keuangan dan produksi yang meningkat, tetapi TAPG juga berhasil masuk ke indeks MSCI Small Cap pada kocok ulang di awal Agustus lalu.
“Selain karena harga sahamnya naik, fundamental TAPG juga bagus. Likuiditas sahamnya pun tinggi,” katanya.
Selama harga CPO masih di atas MYR 4.000 per ton, emiten CPO masih akan panen cuan. Melansir Trading Economics, Jumat(15/8), pukul 15:50 WIB, harga CPO ada di level MYR 4.439 per ton.
Kiswoyo pun merekomendasikan buy on weakness untuk TAPG dengan target harga Rp 1.600 – Rp 1.800 per saham hingga awal tahun 2026.
Rekomendasi beli juga diberikan Kiswoyo untukAALI, LSIP, SGRO, dan BWPT dengan target harga masing-masing Rp 12.000 per saham, Rp 1.900 per saham, Rp 4.000 per saham, dan Rp 150 - Rp 180 per saham.
Selanjutnya: Mengenal Cahaya, Kota yang Terinspirasi dari Keindahan Indonesia di Game InZOI
Menarik Dibaca: Hari Terakhir Promo Mako Bakery Cakelebration, Ragam Kue Favorit Mulai Rp 13.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News