Reporter: Irene Sugiharti | Editor: Tendi Mahadi
Indonesia sendiri menurut Nafan, masih menarik pasalnya dilihat dari kinerja tahunan emiten masih menunjukkan tren yang positif hal ini tercermin dari animo transaksi saham yang terjadi di bursa saham Indonesia.
Walaupun tidak dapat dipungkiri, beberapa pekan terakhir transaksi asing di bursa kerap kali didominasi aksi jual oleh asing. Menurut Didit, keadaan yang belum kondusif memang cenderung membuat investor memilih instrumen lain yakni obligasi karena cenderung dinilai lebih aman ketimbang pasar saham.
Baca Juga: Permendag rilis aturan baru waralaba, begini tanggapan Fast Food Indonesia (FAST)
Sementara Nafan melihat hal ini terjadi karena beberapa alasan. “Sementara (aksi jual) terpengaruh oleh faktor psikologis investor yang cenderung wait and see. Pasar masih menunggu adanya sentimen positif. Di sisi lain, pasar juga memperhatikan susunan kabinet, kebijakan Jokowi terkait makroekonomi dan didukung oleh pelonggaran moneter oleh BI,” jelasnya.
Hingga akhir tahun nanti Nafan masih optimis IHSG akan mencapai target yang sudah ditentukan yakni di level 6.675. Sentimen window dressing menurut Nafan akan menjadi sentimen yang menggerakkan pasar. Desember menurut prediksi Nafan akan menjadi momentum kembali masuknya investasi ke pasar domestik.
Sementara terkait pindahnya instrumen investasi investor dari saham ke obligasi, Didit menilai tren ini akan berlanjut hingga akhir tahun. Pasalnya jika dinilai, yield obligasi Indonesia saat ini lebih baik ketimbang saham.
Oleh karena adanya sentimen perang dagang yang menekan pertumbuhan ekonomi global dan didukung oleh aksi pemangkasan target pertumbuhan ekonomi yang dampaknya juga terasa di Indonesia sebagai emerging market membuat MNC Sekuritas pada tahun ini mematok IHSG hanya akan berada di level 6.334 hingga akhir tahun.
Baca Juga: Pasca rilis kinerja semester I 2019, ini rekomendasi saham Aneka Tambang (ANTM)
Foreward PER
Di sisi lain, Head of Research Reliance Sekuritas Lanjar Nafi menuturkan jika dihitung menggunakan perhitungan PER positif atau kerap disebut forward PER IHSG masih menarik bahkan lebih rendah ketimbang negara tetangga Malaysia.
Perhitungan PER positif sendiri merupakan perhitungan PER yang hanya memasukkan perusahaan–perusahaan yang dapat menghasilkan laba. “Lebih realistis,” tutur Lanjar ketika ditanya kelebihan dari perhitungan PER positif ini.