Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Indonesia secara bertahap mulai memasuki era new normal atau kenormalan baru. Akan tetapi, dampak kenormalan baru ini belum terasa di pasar modal.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengamati, pelaku pasar sebenarnya masih wait and see terhadap kenormalan baru. Sebab, pelaku pasar merasa penerapan kenormalan baru masih belum jelas.
"Investor dari dalam negeri belum terlalu masuk, sehingga pasar modal kita naiknya belum terlalu tinggi," kata Teguh kepada Kontan.co.id, Rabu (10/6).
Baca Juga: Wall Street turun, Nasdaq mencetak rekor tertinggi lagi
Adapun penguatan di pasar modal lebih dipengaruhi dari sentimen global. Beberapa hari yang lalu IHSG cenderung menguat karena bursa global cenderung yang mayoritas menghijau 20% hingga 30% dari titik terendah.
Akan tetapi, lanjut Teguh, kenormalan baru dapat menjadi sentimen positif ketika mulai terlihat hasilnya, setidaknya untuk sebulan ke depan.
Tidak jauh berbeda, Analis Director Research & Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengaggap kenormalan baru ini belum bisa menjadi sentimen pendorong di pasar modal.
Menurut Nico, penerapan kenormalan baru dinilai terlalu dini mengingat kasus pandemi Covid-19 belum membaik. Sehingga ketika terjadi penambahan kasus Covid-19 di tengah era kenormalan baru, pelaku pasar cenderung kehilangan harapan dan ekspektasi. Pasar diprediksi baru akan pulih di jangka menengah dan jangka panjang, sekitar enam bulan hingga 12 bulan.
Baca Juga: IHSG diprediksi melemah lagi pada Kamis (11/6), ini sebabnya
Kedua analis itu menganggap, level 5.000 yang sempat disentuh IHSG beberapa hari lalu menjadi level psikologis. Adapun Teguh memperkirakan IHSG bakal bergerak di sekitar level 5.000 hingga 5.200. Kalau mengalami koreksi, kemungkinan IHSG akan di kisaran Rp 4.900.
Sementara secara teknikal, Nico melihat IHSG memungkinkan menguat setelah terkoreksi terlebih dahulu. "Indeksnya sudah overbought, sehingga ada penurunan terlebih dahulu," imbuh Nico. Yang perlu diwaspadai adalah setelah masa penurunan itu akankah IHSG terus terkoreksi atau justru sebaliknya.
Masih perlu protokol krisis di era kenormalan baru
Masih perlu protokol krisis di era kenormalan baru
Sejak pandemi Covid-19 mempengaruhi perdagangan, Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan beberapa kebijakan untuk menjaga pasar. Kebijikan itu di antaranya perubahan waktu perdagangan, perubahan jam perdagangan sistem electronic trading platform (ETP), perubahan waktu pelaporan transaksi efek melalui sistem Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE), dan perubahan auto reject.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi menjelaskan, memasuki era kenormalan baru pihaknya saat ini tengah mempertimbangkan untuk mengubah kebijakan waktu perdagangan.
"Mengembalikan jam perdagangan kita seperti semula pada saat jam kliring Bank Indonesia dinormalkan kembali," kata Inarno kepada Kontan.co.id, Rabu (10/2). Untuk kebijakan lain, BEI masih belum memiliki rencana mengubahnya. Inarno bilang, ini menunggu perkembangan selanjutnya.
Baca Juga: Penawaran ORI017 lebih cepat karena investor perlu instrumen tradable
Sementara itu, Teguh melihat kebijakan-kebijakan itu masih perlu dilanjutkan walau sudah masuk era kenormalan baru. Berkaca dari tahun 2015, pada saat itu BEI juga menerapkan batas auto reject asimetris karena IHSG turun hingga menyentuh level 4.200.
Berbagai kebijakan yang diterapkan selama IHSG terperosok itu berhasil. Pasar mulai pulih, akan tetapi berbagai kebijakan itu tidak langsung dicabut. Perlu waktu hingga 1,5 tahun hingga bursa menilai pasar sudah kembali aman.
Menurut dia, kondisi itu mirip seperti saat ini. Perlu waktu satu hingga dua tahun untuk pasar bisa kembali ke normal seperti sebelumnya. "Kalau sekarang dilonggarkan risikonya pasar drop lagi," imbuhnya.
Tidak jauh berbeda, Nico juga mengatakan bahwa tidak perlu terburu-buru mencabut kebijakan itu. Tunggu sampai kondisi membaik sepenuhnya.
Baca Juga: IHSG anjlok 2,27% ke 4.920 di akhir perdagangan Rabu (10/6), asing mencetak net sell
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News