kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Analis: Buy saham PTBA, ADRO, dan ITMG


Minggu, 16 Oktober 2016 / 22:09 WIB
Analis: Buy saham PTBA, ADRO, dan ITMG


Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Tahun 2016 bisa jadi tahun kembalinya batubara setelah terjadinya kelambatan pada harga batubara dan tekanan harga minyak yang berkesinambungan pada tahun lalu. Di pertengahan tahun ini telah terjadi peningkatan harga batubara acuan (HBA) setelah tertekan cukup dalam.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA sebesar US$ 69,07 per ton di Oktober ini atau naik 8,04% dari September yaitu US$ 63,93 per ton. HBA per Oktober ini menjadi harga tertinggi sepanjang 2016 ini.

Dari awal tahun memang sudah terjadi fluktuasi harga batubara. Dibuka di harga US$ 53,20 per ton pada Januari tahun ini, lalu sempat naik turun tetapi terus terjadi peningkatan sejak Juli lalu sampai sekarang.

Kenaikan HBA ini terjadi karena peningkatan harga batubara di pasar global. Pemerintah Tiongkok berencana untuk meremajakan tambang dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sampai dengan tahun 2020, sehingga berakibat pada turunnya produksi batubara lokal di negara tersebut.

Usaha ini adalah dalam rangka untuk mengurangi pencemaran udara dan kerusakan lingkungan yang semakin memburuk akibat proses eksplorasi dan pembakaran batubara untuk menghasilkan energi listrik yang selama ini disalurkan kepada pabrik-pabrik manufaktur di negara tersebut.

Selain karena pencemaran lingkungan, penutupan tambang di negeri tirai bambu tersebut juga dikarenakan oleh letak tambang dan pemakainya terlalu jauh sehingga lebih murah mengimpor daripada memakai produksi sendiri. Dengan adanya isu tersebut, maka hal ini dianggap sebagai peluang bagi emiten pertambangan Indonesia, di mana permintaan sudah mulai terlihat mengalami peningkatan.

Analis Reliance Securities Robertus Yanuar Hardy mengatakan selain dari kenaikan HBA, peluang terbesar bagi emiten pertambangan datang dari program Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan rasio elektrifikasi sampai ke pelosok negeri dengan membangun beberapa pembangkit listrik yang memiliki kapasitas total hingga 35.000 MW, dengan PLN selaku penanggung jawabnya.

"Hal ini tentu akan menjamin keberlangsungan permintaan batubara sebagai sumber energi utama bagi sejumlah PLTU yang akan dibangun untuk mensukseskan program ini," katanya dalam risetnya.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×