Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat
Sementara itu, selama pandemi, tren penerbitan obligasi korporasi dari sisi tenor juga mengalami perubahan dibanding 2019. Tercatat, pertumbuhan obligasi korporasi bertenor 3 tahun mengalami penurunan dari 41,7% menjadi 35,6%. Begitupun dengan yang tenor 5 tahun, turun dari 25,7% menjadi 17,4%. Namun, untuk obligasi korporasi dengan tenor 1 tahun justru naik dari 18,4% menjadi 29,7%.
“Ini artinya, baik penerbit maupun investor, investment horizon-nya selama pandemi jadi lebih pendek. Dari sisi penerbit, dengan kondisi saat ini, mereka khawatir kalau menerbitkan tenor yang 3 tahun dan 5 tahun dari segi kupon terlalu tinggi dan membuat ongkos mahal. Sementara dari investor, mereka tahu dengan tren suku bunga yang rendah di tahun ini, tahun depan (mereka) punya peluang dapatkan return yang lebih bagus, dibanding mereka ambil jangka panjang sekarang,” ujar Salyadi.
Sementara dari sisi kupon obligasi korporasi, Salyadi menyebut, pada tahun ini secara rata-rata memang mengalami penurunan. Hal ini seiring dengan suku bunga acuan Bank Indonesia yang lebih rendah dan yield obligasi pemerintah yang terus turun.
Adapun untuk tingkat gagal bayar (default), Salyadi menyebutkan, pada tahun ini terjadi sedikit peningkatan, khususnya pada institusi non-finansial yang naik dari 2,18% menjadi 2,34%. Namun, angka tersebut masih lebih rendah dibanding 2018 yang sebesar 2,56%. Sementara untuk institusi finansial, pada tahun ini justru turun menjadi 0,10% dari sebelumnya 0,11%.
“Kalau berdasarkan ratingnya, untuk AAA sampai dengan 2020 belum pernah ada gagal bayar. Sementara untuk rating AA dan A pada tahun ini masing-masing turun menjadi 0,34% dan 2,74%. Adapun untuk tingkat gagal bayar rating BBB naik menjadi 6,92% pada tahun ini,” imbuh Salyadi.
Selanjutnya: Ada 101 penerbitan surat utang selama 2020, BEI masih kantongi 12 emisi di pipeline
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News