Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) terus melancarkan aksi korporasi. Setelah menyatakan sedang bernegosiasi untuk mengakuisisi perusahaan batubara PT Bhakti Energi Persada (BEP), ADRO menyatakan berniat masuk ke proyek pembangunan rel kereta api.
"Kami sudah bid (mengajukan proposal penawaran) untuk ikut tender railway yang diselenggarakan Pemda Kalimantan Tengah," kata Andre J. Mamuaya, Director of Corporate Affairs & Corporate Secretary ADRO baru-baru ini. Nilai proyek ini US$ 2,2 miliar.
Di pasar beredar dugaan, proyek rel dapat menyokong kongsi ADRO dengan BHP Billiton dalam menggarap Proyek Batubara Indonesia di Maruwai, Kalimantan Tengah (Kalteng). Sebab, proyek rel sepanjang 207 kilometer ini bisa memuluskan distribusi batubara ADRO. Namun, Andre membantahnya. "Tidak ada hubungannya. Ini merupakan proyek terpisah," tegas dia.
Tinggal selangkah
Selain proyek rel tersebut, perusahaan batubara terbesar kedua di Indonesia ini juga tinggal selangkah lagi bisa mengikuti tender proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Kedua proyek tersebut adalah PLTU Pemalang yang memiliki kapasitas 2x1.000 megawatt (MW) dan PLTU di Kalimantan Selatan (Kalsel) yang kapasitasnya 2x100 MW. "Untuk proyek PLTU Kalsel, kami sudah lolos PQ (prakualifikasi)," kata Andre senang.
Ia menambahkan, pemenang tender PLTU Kalsel bakal diumumkan sekitar Januari atau Februari 2011. Adapun, jadwal pengumuman pemenang tender PLTU Pemalang 2x1.000 MW belum ditentukan oleh PLN.
Andre menjelaskan, bila menang, ADRO baru akan mengerjakan proyek tersebut sekitar 1,5 tahun mendatang.
Dalam mengikuti tender pembangunan PLTU ini, ADRO menggandeng perusahaan asing. Untuk PLTU Pemalang, ADRO menggandeng J Power, CDF Swiss dan Itochu. Di proyek ini , ADRO memiliki saham sebesar 20%.
Sementara untuk PLTU Kalsel, ADRO menggandeng mitra dari Jepang, yaitu Mitsui.
Keputusan ADRO masuk ke beberapa proyek besar di luar bisnis utama mereka ternyata tidak terlalu disukai oleh Wakil Kepala Riset Valbury Asia Futures Nico Omer Jockheere. "Proyek-proyek tersebut membutuhkan dana yang sangat besar dan pendanaannya kemungkinan dari utang. Ini bisa berdampak buruk bagi perusahaan," ujarnya mengingatkan.
Nico khawatir, kondisi ADRO akan menjadi seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yang terbebani utang yang besar. Akibatnya, perusahaan menanggung beban bunga yang meningkat.
Namun, hal tersebut bisa ditutupi jika tambang Maruwai sudah beroperasi dan proyek conveyor system yang tengah dibangun pun selesai. "Kontribusi dari Maruwai akan sangat signifikan dan conveyor system dapat membuat cost production ADRO berkurang US$ 2 per ton," hitung Nico.
Nico menyarankan, investor yang ingin membeli saham ADRO sebaiknya menunggu harga sahamnya turun di bawah Rp 1.800 per saham. Terakhir (7/9), harga saham ADRO dibanderol Rp 1.940 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News