Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks harga saham gabungan (IHSG) selama sepekan terakhir telah terkoreksi tiga kali berturut-turut. Sebelumnya sempat menyentuh level tertinggi pada Selasa (7/11) dengan level 6.060,45. Lalu pelaku pasar memanfaatkan momentum tersebut untuk profit taking dan membuat indeks turun.
Selama bulan November, ada sejumlah saham pemberat indeks. Diantaranya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang turun 3,84%, PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) turun 57,33%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 3,09%, PT United Tractors Tbk (UNTR) turun 7,82%, dan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) turun 7,22%.
Selain itu, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) turun 5,67%, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 4,47%, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) turun 4,08%, PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) turun 24,28%, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) turun 4,29%, dan PT MNC Land Tbk (KPIG) turun 17,83%.
Kevin Juido, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas menyatakan, penurunan IHSG berkaitan dengan kinerja emiten berkapitalisasi besar. Sebagai contoh, BBCA dan UNTR sudah menembus harga tertinggi sebelumnya. "Secara teknikal sudah overbought. Overbought ini, sudah susah untuk beli lagi di harga tinggi," kata Kevin kepada KONTAN, Jumat (10/11).
Dia menilai, aksi profit taking melatarbelakangi penurunan harga beberapa emiten. Pasalnya, momentum akhir tahun berkisar November dan Desember, banyak investor yang membutuhkan uang cash. "Karena ada libur natal dan menjelang tahun baru. Sehingga mereka sudah menyisihkan danannya. Misalnya untuk liburan keluar negeri," lanjutnya.
Penurunan BBCA dinilai lantaran profit taking dari investor yang masuk pada akhir tahun 2016 dan awal 2017. Sebab, saat ini BBCA masih memiliki fundamental yang baik. Sedangkan untuk UNTR, juga memiliki pola yang sama. Investor sudah menduga harga batubara akan naik.
Untuk itu, mereka juga mulai masuk pada awal tahun 2017. "Kalau bicara fundamental, sebenarnya tahun ini baik untuk kedua saham tersebut. Kenapa turun? karena mereka sudah investasi di harga bawah dengan jumlah lot yang besar," katanya.
Menurutnya, bila investor membeli kedua saham tersebut saat ini akan tercantol pada harga yang tinggi. Namun, bila pembelian dilakukan pada harga saat ini, masih ada potensi break even point (BEP) pada bulan depan.
Untuk sektor semen, seperti INTP dan SMGR, penurunan saham terjadi lantaran adanya laporan keuangan yang mencatat penurunan laba. Dia memperkirakan pada tahun depan, permintaan akan membaik. Namun, emiten sektor semen masih menghadapi persaingan di kalangan anak usaha BUMN seperti WTON, dan WSBP.
Selain itu, dia mencermati adanya potensi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga. Hal inilah yang membenani IHSG. Hal itu nampak dari adanya aksi net sell oleh asing. Pada Jumat (10/11) saja, net sell asing mencatatkan Rp 1,21 triliun.
Kevin menilai, aksi profit taking yang dilakukan investor cenderung wajar. Dia menambahkan, untuk trading masih ada potensi masuk dengan memanfaatkan beberapa sentimen. Diantaranya seperti pengumuman BI Rate, data neraca perdagangan ekspor impor dari Badan Pusat Statistik (BPS). "Ini berpotensi menambah volume perdagangan," katanya.
Dia pun memberikan catatan, pada 2018 investor asing berpotensi melakukan switching. Diantaranya dipengaruhi oleh rencana reformasi pajak Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Hal ini bisa menjadi indikasi maraknya investor asing yang hengkang dari Indonesia. "Nah, sehingga sangat wajar asing akan pindah investasi ke negara yang pertumbuhannya bagus," imbuhnya.
Kevin merekomendasikan hold BBCA dengan area support pada 20.425-20.500, hold UNTR dengan area support pada 32.300-32.500, dan hold SMGR dengan area support pada 9.875-9.925.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News