Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Menyusul tuntasnya restrukturisasi utang PT Bumi Resources Tbk (BUMI), entitas Grup Bakrie lainnya bakal menjalankan rencana serupa guna mengurangi beban utangnya yang menggunung.
Ada PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), ada juga PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) serta sejumlah emiten Grup Bakrie lainnya. Polanya hampir sama.
Emiten-emiten ini bakal menggelar rights issue dengan skema penerbitan saham tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD) untuk kemudian dilanjutkan dengan konversi utang per saham.
Lantas, akankan proses restrukturisasi itu bakal sepenuhnya lancar hingga akhir? Sepertinya tidak.
Seperti biasa, sebelum melakukan restrukturisasi, emiten-emiten itu kebanyakan terlebih dahulu menggelar reverse stock. ENRG reverse stock dengan rasio 8:1. UNSP reverse stock 10:1.
Memang pada akhirnya rencana reverse stock disetujui oleh para pemegang saham. Tapi, persetujuannya baru diperoleh pada RUPSLB ketiga lantaran yang pertama dan keduanya tidak kuorum. Maklum, banyak investor terutama ritel yang ogah dengan saham reverse stock karena risikonya bisa meningkat drastis.
Proses reverse stock kelar, tinggal tahap menuju rights issue. Dalam tahap ini, prosesnya juga belum tentu lancar, apalagi jika skemanya menggunakan skema non-HMETD.
Para kreditur pada akhirnya lebih memilih konversi utang dari pada perusahaan debiturnya pailit. Dengan kata lain, seiring dengan negosiasi yang terus berjalan, mereka akan setuju, tentu dengan sejumlah persyaratan. "Jika ingin berjalan lancar, setidaknya harus ada standby buyer saat menggunakan skema non-HMETD," ujar analis Oso Sekuritas Riska Afriani kepada KONTAN, Rabu (9/8).
Hal ini setidaknya untuk mengantisipasi tidak terserapnya seluruh saham rights issue. Sebab, potensi ini pasti ada, apalagi ketika harga pelaksanaan rights issue berada diatas harga pasar.
Hal ini sudah terbukti saat restrukturisasi utang BUMI. "Semua bisa berjalan lancar karena sudah ada penjaminnya," imbuh Riska.
Anggaplah sampai proses itu kelar. Sekarang pertanyaannya, apakah saham-saham Grup Bakrie masih layak dikoleksi?
Hans Kwee, analis Investa Saran Mandiri bilang, bisnis Grup Bakrie itu ada. "Tapi, leverage-nya tidak oke," ujarnya.
Jadi, butuh waktu yang cukup panjang untuk mengembalikan posisi terbaiknya. Untuk mengembalikan kepercayaan investor juga butuh waktu lama.
Riska menambahkan, dari sejumlah emiten Grup Bakrie yang tengah memproses restrukturisasi, ENRG menjadi salah satu yang masih paling layak dikoleksi.
Upaya ENRG untuk merestrukturisasi utangnya sudah terlihat bahkan sebelum memulai proses reverse stock. Hal ini tercermin dari kinerja keuangan ENRG kuartal I 2017 dimana ENRG mampu mencetak laba seiring dengan turunnya beban bunga. "Net profit margin ENRG sekarang juga tinggi hampir 60%," tambah Riska.
Ini menjadi dasar ia merekomendasikan buy saham ENRG dengan target harga Rp 230 per saham.
Yudi Ilhamsyah, analis Samuel Sekuritas dalam riset 4 Agustus menjelaskan, utang ENRG menjadi minor jika disandingkan dengan portofolio aset ENRG di Blok Kangean, Bentu, Buzi, dan Gebang. Blok Buzi dan Gebang saja memiliki cadangan gas setara dengan 50 Mmboe dan 150 Mmboe. Justru karena sentimen utang, valuasi saham ENRG menjadi murah, padahal nilai perusahaannya tidak semurah itu.
Kondisi ini membuat potensi upside saham ENRG cukup lebar. "Potensi upside-nya 51%, buy dengan target harga Rp 209 per saham," tulis Yudi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News