Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek pasar obligasi yang cerah hingga tahun depan, memungkinkan surat utang Indonesia di lirik asing. Pasalnya, dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, daya tarik obligasi Tanah Air jadi yang paling menarik dengan yield yang besar.
Sebagai informasi, indeks obligasi atau Indonesia Composite Bond Index (ICBI) ke level 300,90. Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana memperkirakan, tren kenaikan tersebut masih akan berlanjut hingga 1% di akhir tahun. Sedangkan untuk tahun depan, indeks obligasi bisa tumbuh ke level 320.
"Suku bunga yang sudah turun hingga empat kali tahun ini, harusnya bisa mendorong obligasi naik tinggi. Namun, karena pandemi di Maret dan April, harganya justru turun," kata Wawan kepada Kontan, Rabu (28/10).
Baca Juga: Tren penurunan suku bunga acuan menjadi katalis positif untuk kinerja INDON
Meskipun begitu, saat ini Wawan menilai harga obligasi Tanah Air sudah cenderung stabil dan cenderung akan terus menanjak. Prediksinya tahun depan yield SUN 10 tahun akan berada di bawah 6%, sedangkan untuk akhir tahun ini di rentang 6,3% hingga 6,5%.
Tren yield yang rendah tersebut bakal didukung dengan tren suku bunga rendah dan potensi bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas kembali suku bunga acuannya di sisa tahun ini ataupun awal tahun depan. Selain itu, tingkat inflasi Tanah Air juga masih terjaga di level rendah.
"Tahun depan yield bisa di bawah 6% dengan syarat ekonomi normal, meskipun ekonomi nggak bisa tumbuh 5% tahun depan, kami ekspektasikan sekitar 3%,"ungkapnya.
Sementara itu, spread antara yield SUN 10 tahun dengan US Treasury masih cukup jauh hingga tahun depan. Dengan spread yang lebar, dan yield yang tinggi dibandingkan beberapa negara berkembang di Asia, obligasi Indonesia jadi yang paling menarik dan bakal dilirik pertama kali oleh investor asing.
Baca Juga: Setelah libur panjang pekan ini, rupiah berpotensi berbalik melemah terbatas
Apalagi, potensi kemenangan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) selanjutnya, bakal membuka peluang bagi investor asing untuk merelokasi asetnya ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Saingan kita India, tapi penderita Covid-19nya lebih parah, saingan lainnya Thailand tapi yield-nya tidak setinggi kita. Jadi dibandingkan negara berkembang lainnya obligasi kita jadi pilihan paling menarik bagi asing," jelasnya.
Wawan menilai suku bunga yang rendah dengan tingkat inflasi yang rendah diharapkan bisa membantu proses pemulihan ekonomi lebih cepat. Dengan suku bunga turun, harga obligasi jadi semakin menarik disertai dengan prospek ekonomi yang lebih baik.
Meskipun begitu, dia mengakui beberapa sentimen masih menjadi perhatian dan berpotensi menjadi pengganjal prospek pasar obligasi ke depan. Diantaranya, terkait dengan implementasi vaksin yang diharapkan sukses, namun ada potensi terhambat juga.
Baca Juga: Ekonomi pulih, BEI targetkan rata-rata nilai transaksi harian Rp 8,5 triliun di 2021
"Kita perlu melihat seberapa jauh efektifitas vaksin dan implementasinya. Pastinya akan ada banyak tantangan," jelasnya.
Di sisi lain, kondisi pertumbuhan ekonomi juga bakal jadi perhatian, apakah dengan kehadiran vaksin bisa benar-benar memulihkan perekonomian. Untuk itu, Wawan menilai obligasi negara akan lebih optimal untuk dilirik, karena obligasi korporasi masih dihadapkan pada risiko default.
Selanjutnya: INDON ritel bisa jadi pilihan investasi menarik di tengah tren suku bunga rendah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News