Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Noverius Laoli
Apalagi, kebijakan reverse auction yang dilakukan BI selama ini untuk membeli SUN di pasar sekunder sebanyak Rp 4 triliun hingga Rp 7 triliun setiap harinya, dirasa mampu menahan laju kenaikan imbal hasil. Upaya tersebut juga dinilai mampu menjaga likuiditas di pasar keuangan.
Alhasil, SUN tenor 10 tahun yang memiliki yield di atas 7% menjadi sangat menarik untuk investor dalam negeri maupun luar negeri. Hanya saja, untuk investor luar negeri, ketidakpastian ekonomi global membuat arus modal ke negara emerging market menjadi terhambat.
"Setelah kondisi medis ini berakhir yang di perkirakan 1-3 bulan ke depan maka imbal hasil emerging market pada umumnya, termasuk Indonesia akan kembali turun ke level yang belum pernah kita lihat sebelumnya," ujar Anil.
Baca Juga: Harga emas Antam terus jatuh, simak ini pemicunya
Dengan begitu, kondisi tersebut menjadi kesempatan bagi seluruh Investor domestik untuk mulai melakukan pembelian SUN terutama yang memiliki tenor panjang. Pilihan tersebut, termasuk reksadana pemdapatan tetap yang memiliki durasi tinggi.
Di sisi lain dengan kondisi yang terjadi saat ini, Anil memproyeksikan imbal hasil SUN 10 tahun di kisaran 6% akhir tahun atau bahkan lebih rendah. Sedangkan untul level BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRR) di 4% atau lebih rendah di akhir 2020, sekaligus disertai level SUN terendah yang belum pernah ditembus sebelumnya.
Adapun ke depan, Anil memperkirakan yield SUN untuk tenor 5 tahun akan lebih rendah 20 bps hingga 50 bps dari imbal hasil SUN tenor 10 tahun yakni kisaran 6% dalam jangka menengah panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News