kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yield SUN naik, investor bisa manfaatkan untuk masuk tenor jangka panjang


Senin, 16 Maret 2020 / 07:10 WIB
Yield SUN naik, investor bisa manfaatkan untuk masuk tenor jangka panjang


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) Tanah Air saat ini, bisa dimanfaatkan investor untuk masuk ke obligasi bertenor panjang.

Pengamat Pasar Modal Anil Kumar menekankan, kondisi yang terjadi di pasar keuangan global saat ini, termasuk Tanah Air merupakan perilaku irrational. Hal ini terjadi karena hadirnya uncertainty atau ketidakpastian dalam dunia medis.

"Hingga hari ini tidak ada satu data pun yang bisa memberitahukan kapan pandemi ini akan berakhir. jadi permasalahan saat ini bukan di pasar keuangan tapi di dunia medis," jelas Anil kepada Kontan, Minggu (15/3).

Baca Juga: Saran ekonom ke pemerintah untuk cegah penyebaran wabah corona

Ke depan, Anil menjelaskan perilaku irrational yang terjadi saat ini tidak akan bisa dievaluasi oleh siapapun. Adapun kebijakan moneter yang digelontorkan banyak bank sentral global dirasa tidak akan banyak membantu, sebab demand menjadi hilang.

Selain itu, kenaikan imbal hasil SUN Tanah Air juga disebabkan adanya penarikan dana ETF Emerging market secara general, termasuk di Indonesia. Ditambah lagi, posisi Indonesia yang masuk menjadi pasien Twin deficit yaitu deficit balance of payment dan fiscal budget deficit membuat yield SUN terdorong naik.

"Prospek ke depan Indonesia tidak berubah banyak, yang berarti secara rata-rata Indonesia ekonominya akan bertumbuh lebih cepat dari negara-negara lain di dunia, walaupun secara umum pertumbuhan ekonomi akan melambat di dunia di 2020," ujarnya.

Baca Juga: WOM Finance belum melihat dampak virus corona (Covid-19) ke bisnis pembiayaan 

Di samping itu, kenaikan imbal hasil SUN akhir-akhir ini dinilai Anil bisa meyakinkan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suki bunga acuannya di level saat ini, yakni 4,75%. Meskipun begitu, Anil mengakui BI masih memiliki ruang untuk pemangkasan suku bunga acuan hingga ke level 4%. Ini mengacu pada langkah The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunganya 50-100 bps ke 0% di rapatnya bulan ini.

Apalagi, kebijakan reverse auction yang dilakukan BI selama ini untuk membeli SUN di pasar sekunder sebanyak Rp 4 triliun hingga Rp 7 triliun setiap harinya, dirasa mampu menahan laju kenaikan imbal hasil. Upaya tersebut juga dinilai mampu menjaga likuiditas di pasar keuangan.

Alhasil, SUN tenor 10 tahun yang memiliki yield di atas 7% menjadi sangat menarik untuk investor dalam negeri maupun luar negeri. Hanya saja, untuk investor luar negeri, ketidakpastian ekonomi global membuat arus modal ke negara emerging market menjadi terhambat.

"Setelah kondisi medis ini berakhir yang di perkirakan 1-3 bulan ke depan maka imbal hasil emerging market pada umumnya, termasuk Indonesia akan kembali turun ke level yang belum pernah kita lihat sebelumnya," ujar Anil.

Baca Juga: Harga emas Antam terus jatuh, simak ini pemicunya

Dengan begitu, kondisi tersebut menjadi kesempatan bagi seluruh Investor domestik untuk mulai melakukan pembelian SUN terutama yang memiliki tenor panjang. Pilihan tersebut, termasuk reksadana pemdapatan tetap yang memiliki durasi tinggi.

Di sisi lain dengan kondisi yang terjadi saat ini, Anil memproyeksikan imbal hasil SUN 10 tahun di kisaran 6% akhir tahun atau bahkan lebih rendah. Sedangkan untul level BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRR) di 4% atau lebih rendah di akhir 2020, sekaligus disertai level SUN terendah yang belum pernah ditembus sebelumnya.

Adapun ke depan, Anil memperkirakan yield SUN untuk tenor 5 tahun akan lebih rendah 20 bps hingga 50 bps dari imbal hasil SUN tenor 10 tahun yakni kisaran 6% dalam jangka menengah panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×