Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pasar ramai membicarakan saham-saham energi seiring dengan kedatangan rombongan Raja Salman. Maklum, Arab Saudi merupakan negara penghasil minyak besar. Hal ini rupanya memicu spekulasi pada saham-saham sektor tambang di bursa. Alhasil, saham sektor pertambangan turut terangkat.
Indeks sektor pertambangan mengakumulasi kenaikan 0,72% ke level 1.429,79 selama periode 27 Februari hingga 3 Maret 2017. Kenaikan ini lebih tinggi dibanding kenaikan pekan sebelumnya sebesar 0,57%.
Sebelumnya, di pekan kedua Februari, saham sektor ini melemah hingga 1,17%. Buat catatan, sektor pertambangan mencatat kenaikan 3,26% sejak awal tahun, tertinggi keempat setelah sektor industri dasar, aneka industri, dan sektor manufaktur.
Analis First Asia Capital David Sutyanto bilang, ekspektasi naiknya sektor energi sudah mulai terdengar sepekan sejak sebelum kedatangan Raja Salman. "Tapi, ini hanya euforia saja," ujarnya pada KONTAN, Jumat (3/3).
Sebab, efek ekonomi yang paling terlihat dari kedatangan raja berusia 81 tahun beserta sejumlah delegasi ini baru sebatas perjanjian antara PT Pertamina dan Saudi Aramco. Kedua perusahaan minyak tersebut sepakat bekerjasama mengembangkan program penambahan kapasitas dan kompleksitas kilang alias refinery development master plan (RDMP) Cilacap.
Nilai proyek itu terbilang jumbo, mencapai lebih dari Rp 80 triliun. "Jadi, sebenarnya tidak ada kaitannya," tambah David. Selain karena euforia, indeks saham sektor pertambangan juga terangkat karena fundamental emiten sektor ini yang belakangan ini membaik.
Reza Priyambada, analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, pasar memang sangat reaktif terhadap sentimen. Kedatangan Raja Salman langsung dikaitkan dengan kebangkitan emiten-emiten sektor energi.
Namun, lanjut Reza, kenaikan saham sektor pertambangan lebih didorong oleh faktor makro yang justru di luar Arab. Sektor ini naik karena imbas menguatnya sejumlah harga komoditas di pasar global.
Harga komoditas
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berjanji menggelontorkan belanja infrastruktur sebesar US$1 triliun pada pidato perdana di depan parlemen. "Ini karena pidato Trump memberikan optimisme peningkatan kegiatan industri, yang berujung pada meningkatnya permintaan akan komoditas," jelas Reza.
Jadi, idealnya hal ini juga menjadi peringatan bagi para investor untuk lebih selektif memilih saham di sektor pertambangan. Investor yang memiliki horizon investasi jangka panjang sebaiknya memilih saham yang memang pergerakan harga saham sesuai dengan fundamental.
Salah satu saham pilihan sektor tambang adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Emiten pelat merah ini melaporkan laba bersih 2016 mencapai Rp 65 miliar. Torehan ini di luar perkiraan konsensus yang memprediksi ANTM masih mencatat rugi bersih Rp 128 miliar.
Pada 2015, produsen nikel dan emas ini masih mencetak rugi bersih Rp 1,44 triliun. "Pencapaian ini menjadikan ANTM sebagai salah satu produsen feronikel berbiaya rendah di dunia dengan capaian biaya tunai unaudited sebesar US$3,39 per pon di tahun 2016," tutur David. Atas dasar sentimen ini ia merekomendasikan buy ANTM dengan target harga Rp 1.000 per saham.
Dari bisnis pertambangan minyak dan gas, ada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Harga saham ini malah lebih dulu melaju, terutama karena akuisisi Newmont Nusa Tenggara (NNT).
Arandi Ariantara, Senior Research Analyst Samuel Sekuritas Indonesia, merekomendasikan buy saham MEDC dengan target harga Rp 4.500 per saham. Dia menilai, akuisisi NNT dan South Natuna Sea B (SNSB) memperlihatkan kejelian MEDC dalam melihat peluang di tengah stagnasi sektor migas untuk berkembang lebih baik.
Menurutnya, akuisisi NNT akan membuat laba bersih MEDC tahun ini melonjak 90% ketimbang laba tahun 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News