Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan Selasa (1/10), dengan Nasdaq turun lebih dari 1%.
Pelemahan ini terjadi setelah Iran meluncurkan serangan rudal ke Israel, memicu kekhawatiran investor.
Melansir Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average turun 173,18 poin atau 0,41% ke 42.156,97. Indeks S&P 500 melemah 53,73 poin atau 0,93% ke 5.708,75, sedangkan Nasdaq Composite merosot 278,81 poin, atau 1,53%, ke 17.910,36.
Baca Juga: Wall Street Merosot, Investor Menanti Data Lowongan Pekerjaan AS
Pada Senin (30/9), ketiga indeks utama AS mencatatkan keuntungan besar untuk bulan September dan kuartal ketiga.
Indeks volatilitas pasar CBOE, yang dikenal sebagai pengukur ketakutan di Wall Street, meningkat.
Iran menembakkan sejumlah rudal balistik sebagai balasan atas serangan Israel terhadap kelompok Hezbollah, sekutu Iran.
Menanggapi hal ini, Presiden AS Joe Biden menginstruksikan militer AS untuk membantu pertahanan Israel dan menembak jatuh rudal yang ditujukan ke negara tersebut, menurut pernyataan dari Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Baca Juga: Wall St (30/9): S&P 500 Cetak Rekor Tertinggi; Sempat Turun Setelah Pernyataan Powell
Di tengah penurunan pasar secara keseluruhan, saham-saham perusahaan energi justru naik seiring dengan kenaikan harga minyak AS yang ditutup naik 2,4%. Saham Exxon Mobil naik 2,3%.
Saham perusahaan pertahanan juga mengalami kenaikan, termasuk Northrop Grumman yang melonjak 3% dan Lockheed Martin yang naik 3,6%.
Indeks pertahanan dan kedirgantaraan S&P 500 mencapai rekor tertinggi. Saham utilitas juga naik sebesar 0,8%.
Sebaliknya, saham maskapai penerbangan merosot, dengan Delta Air Lines turun 1,6%.
Investor cenderung menghindari risiko setelah berita dari Timur Tengah, namun indeks berhasil ditutup tidak terlalu jauh dari titik terendah hariannya.
"Jika eskalasi terus berlanjut, saya bisa melihat kelemahan pasar berlanjut karena kita tidak tahu seberapa jauh konflik ini akan berkembang," ujar Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel di Charlottesville, Virginia.
"Risiko telah meningkat. Pasar sudah mengalami tahun yang baik dan orang bisa terjebak ketakutan keluar dari pasar tergantung apa yang terjadi beberapa minggu ke depan," tambahnya.
Baca Juga: Sejumlah Negara Mulai Lakukan Persiapan Evakuasi Warganya Keluar dari Lebanon
Sementara itu, data ekonomi yang dirilis Selasa pagi menunjukkan jumlah lowongan pekerjaan di AS naik kembali pada Agustus.
Sementara laporan Institute for Management Supply (ISM) menunjukkan aktivitas manufaktur berada di angka 47,2 pada September, sedikit di bawah perkiraan 47,5.
Investor juga bersikap hati-hati menjelang data klaim pengangguran AS yang akan dirilis Kamis dan laporan tenaga kerja bulanan pada Jumat.
Pedagang saat ini memperkirakan peluang sebesar 38% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada November, sedikit naik dari perkiraan 35% pada Senin, namun turun dari 58% pada minggu sebelumnya, menurut FedWatch Tool dari CME Group.
Pada 18 September, bank sentral AS menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin, memulai siklus penurunan suku bunga yang baru.
Investor juga memantau aksi mogok di pelabuhan di Pantai Timur dan Pantai Teluk AS, yang menghentikan sekitar setengah dari pengiriman laut negara tersebut.
Meskipun mogok yang dimulai pada Selasa ini tidak diperkirakan akan menimbulkan masalah pasokan global yang sedalam pandemi COVID-19, ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkannya tetap menjadi perhatian bagi para pembuat kebijakan The Fed.
Selanjutnya: Laba Emiten Bank Besar Tumbuh Melampaui Proyeksi Analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News