Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang bulan November 2019 ini, volume transaksi bursa cenderung menurun bersama dengan koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG turun 3,35% sepanjang November ke posisi 6.026,18 pada Selasa (26/11).
Volume transaksi bursa pada November pun merosot hampir setengah volume transaksi bulan sebelumnya. Berdasarkan data Bloomberg, volume transaksi harian rata-rata pada bulan November mencapai 6,57 miliar saham. Angka ini turun 47,52% ketimbang volume transaksi bulan Oktober yang mencapai 12,52 miliar saham per hari.
Baca Juga: Begini pandangan manajer investasi tentang industri reksadana yang sedang terpukul
Volume transaksi harian rata-rata November ini merupakan volume transaksi terendah sejak awal tahun. Bahkan, volume transaksi ini jauh lebih kecil ketimbang terendah kedua, yakni bulan Mei yang mencapai 9,20 miliar saham per hari.
Direktur Investasi PT Syailendra Capital Ahmad Solihin mengatakan, penurunan volume transaksi ini disebabkan oleh perolehan laba bersih emiten per September 2019 yang kurang memuaskan. Menurut dia, laba bersih per kuartal II-2019 hanya tumbuh 0,7% secara year on year (yoy).
"Laporan keuangan yang kurang memuaskan ini membuat investor tidak antusias untuk membeli. Asing juga udah jual banyak dari awal tahun jadi ga ada katalis beli," kata dia di Jakarta, Selasa (26/11).
Oleh karena itu, menurut dia, saat ini investor akan cenderung wait and see sambil melihat perbaikan laba para emiten. Ia memperkirakan, pada akhir tahun 2019, laba bersih emiten bisa tumbuh 3% secara yoy.
Baca Juga: Rencana ekspansi Wijaya Karya Beton (WTON) ke luar negeri terbuka lebar
Sementara itu, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, penurunan transaksi ini terjadi karena investor cenderung bersikap wait and see mengingat beberapa masalah yang menimpa sejumlah perusahaan asset management.
Selain itu, menurut dia, penurunan volume transaksi ini juga disebabkan oleh banyaknya saham-saham bergerak di luar kebiasaan atau unusual market activity (UMA). "Saham-saham yang terkena UMA mendadak membuat penurunan transaksi di pasar. Mereka biasanya mempunyai transaksi cukup besar rata-rata di 50 miliar per hari," ucap dia.
Baca Juga: Dua perusahaan gadai kantongi izin usaha dari OJK
Hingga Selasa (26/11), Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukkan 16 saham dalam kategori UMA. Mereka adalah Renuka Coalindo (SQMI), Bintang Mitra Semestaraya (BSMR), Darmi Bersaudara (KAYU), Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS), Forza Land Indonesia (FORZ), Sentral Mitra Informatika (LUCK), Terregra Asia Energy (TGRA), Dafam Property Indonesia (DFAM), Singaraja Putra (SINI), Dewata Freightinternational (DEAL), Sky Energi Indonesia (JSKY), Cowell Development (COWL), Envy Technologies Indonesia (ENVY), Trinitan Metals and Minerals (PURE), Pikko Land Development (RODA), dan Andira Agro (ANDI).
Menurut Chris, saham-saham yang terkena UMA adalah saham yang memiliki kapitalisasi pasar kecil dengan fundamental yang tidak menarik. "Sehingga harga sahamnya cenderung lebih banyak bergerak akibat sejumlah investor yang mempunyai uang cukup besar di sana," kata dia.
Baca Juga: Terorisme dan radikalisme hambat investasi, ini yang dilakukan pemerintah
Bernada serupa, Ahmad berpendapat bahwa saham yang bergerak di luar kebiasaan ini disebabkan oleh porsi free float yang kecil. "Jadi orang yang punya saham tersebut bisa gerakin harganya sesuka dia karena tidak banyak investrr yang terlibat," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News