Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, penurunan transaksi ini terjadi karena investor cenderung bersikap wait and see mengingat beberapa masalah yang menimpa sejumlah perusahaan asset management.
Selain itu, menurut dia, penurunan volume transaksi ini juga disebabkan oleh banyaknya saham-saham bergerak di luar kebiasaan atau unusual market activity (UMA). "Saham-saham yang terkena UMA mendadak membuat penurunan transaksi di pasar. Mereka biasanya mempunyai transaksi cukup besar rata-rata di 50 miliar per hari," ucap dia.
Baca Juga: Dua perusahaan gadai kantongi izin usaha dari OJK
Hingga Selasa (26/11), Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukkan 16 saham dalam kategori UMA. Mereka adalah Renuka Coalindo (SQMI), Bintang Mitra Semestaraya (BSMR), Darmi Bersaudara (KAYU), Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS), Forza Land Indonesia (FORZ), Sentral Mitra Informatika (LUCK), Terregra Asia Energy (TGRA), Dafam Property Indonesia (DFAM), Singaraja Putra (SINI), Dewata Freightinternational (DEAL), Sky Energi Indonesia (JSKY), Cowell Development (COWL), Envy Technologies Indonesia (ENVY), Trinitan Metals and Minerals (PURE), Pikko Land Development (RODA), dan Andira Agro (ANDI).
Menurut Chris, saham-saham yang terkena UMA adalah saham yang memiliki kapitalisasi pasar kecil dengan fundamental yang tidak menarik. "Sehingga harga sahamnya cenderung lebih banyak bergerak akibat sejumlah investor yang mempunyai uang cukup besar di sana," kata dia.
Baca Juga: Terorisme dan radikalisme hambat investasi, ini yang dilakukan pemerintah
Bernada serupa, Ahmad berpendapat bahwa saham yang bergerak di luar kebiasaan ini disebabkan oleh porsi free float yang kecil. "Jadi orang yang punya saham tersebut bisa gerakin harganya sesuka dia karena tidak banyak investrr yang terlibat," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News