Reporter: Muhammad Khairul | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. PT Voksel Electric Tbk ingin mengurangi ketergantungan bahan baku dari pemasok. Emiten berkode VOKS itu merasakan sekali dampak fluktuasi nilai tukar dan harga komoditas terhadap beban produksi.
Direktur Utama VOKS, Heru Gondokusumo, mengatakan Voksel berniat mengintegrasikan bisnisnya, dari hulu hingga hilir. "Jadi bahan baku mana yang bisa diproduksi, kami akan produksi karena kami harus menekan cost of good sold (COGS)," kata dia.
Untuk menekan harga pokok penjualan, VOKS menyiapkan sejumlah agenda ekspansi. Di tahun depan, VOKS berencana memproduksi bahan baku tembaga. Untuk memproduksi bahan baku itu, VOKS akan menambah mesin furnace, casting machine, rolling mill, dan coiler di pabrik yang berlokasi di Cileungsi, Bogor. Untuk ekspansi ini, nilai investasinya mencapai US$ 1 juta. "Dananya dari kas perusahaan," ungkap Heru.
Pengelola VOKS memprediksi kebutuhan tembaga batangan di tahun depan mencapai 800 ton per bulan. Fasilitas baru ini diperkirakan mampu memproduksi tembaga batangan 6.000 ton per tahun. "Kami akan memproduksi 500 ton hingga 600 ton per bulan. Sisa kebutuhan dibeli dari supplier," tutur Heru.
Produksi ini memang masih kurang dibandingkan rata-rata kebutuhan tembaga yang mencapai 10.000 ton per tahun. Tapi dengan memproduksi sendiri sebagian besar kebutuhan bahan baku tembaga, Heru mengklaim VOKS dapat menghemat dana sekitar US$ 600.000 per tahun.
Pelemahan rupiah terhadap dollar AS turut menekan Voksel. Di semester I 2012, VOKS menderita rugi selisih kurs-bersih Rp 15,3 miliar. Padahal, di periode sama tahun lalu, VOKS mencetak laba selisih kurs Rp 14,9 miliar.
Kendati bahan baku tembaga dan aluminium dibeli dari produsen lokal, harganya mengacu ke London Metal Exchange. Apalagi, 70% produksi kabel VOKS memakai kedua bahan baku ini. Di sisi lain, penjualan kabel VOKS lebih besar di dalam negeri.
Pasar terbesar VOKS adalah ke PT PLN, yakni 60% total penjualan. Kemudian 20% menyasar kontraktor bangunan dan 10% ke perusahaan telekomunikasi. Sedangkan pasar ekspor baru mencapai 10%.
Untuk menutupi fluktuasi harga komoditas dan pelemahan rupiah, VOKS menerapkan hedging. "Tapi jika rupiah melemah, tentu hedging cost makin besar," tutur Heru. Maka itu, VOKS menggenjot efisiensi dengan memproduksi sendiri bahan baku tembaga dan aluminium.
Tahun ini, Voksel menargetkan produksi aluminium batangan sebanyak 1.500 ton per bulan. VOKS telah menambah mesin produksi aluminium di pabrik Cileungsi. Perseroan ini menginvestasikan dana US$ 500.000 untuk membeli seluruh peralatan.
Kebutuhan VOKS terhadap aluminium mencapai 2.000 ton hingga 2.200 ton per bulan. Sisa bahan baku aluminium berasal dari supplier. Dengan adanya pabrik aluminium, Heru mengklaim bisa menghemat biaya bahan baku sekitar Rp 1 miliar per bulan.
Voksel saat ini memiliki pabrik kabel listrik aluminium berkapasitas 68.400 ton per tahun dan kabel listrik tembaga 16.800 ton per tahun. VOKS memproyeksikan penjualan tahun ini tumbuh 30% menjadi Rp 2,6 triliun. Adapun laba bersihnya diprediksi meningkat 26% menjadi Rp 139 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News