Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) jatuh usai beberapa kali menembus level tertinggi sepanjang masa alias all time high (ATH). Aksi ambil untung (profit taking) disinyalir melatarbelakangi koreksi harga Bitcoin baru-baru ini.
Melansir CoinMarketCap, Bitcoin (BTC) sebagai aset kripto paling populer berada di posisi US$ 63.180 yang mengalami koreksi 13,83% dalam 7 hari terakhir, per Rabu (20/3) pukul 17.00 WIB. Harga Bitcoin terus turun dari level tertingginya pada US$ 73,750 yang dicapai pada Kamis (14/3) pekan lalu.
Kemudian harga Ethereum (ETH) juga anjlok 20% dalam sepekan, ke level US$ 3.323. Selanjutnya, XRP terpantau melemah sebesar 14,73% dalam periode yang sama ke area US$ 0,5923.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, mengatakan, fenomena aksi ambil untung berperan dalam penurunan harga BTC belakangan ini. Setelah mencapai level rekor, sejumlah trader dan investor kemungkinan besar telah menjual sebagian kepemilikan Bitcoin mereka untuk mengambil untung, sehingga menyebabkan tekanan jual dan turunnya harga.
Baca Juga: Wall Street Menguat, Investor Menanti Hasil Pertemuan Federal Reserve
Aksi jual secara masif ini berkaitan dengan adalah rilis data terbaru CPI ekonomi Amerika Serikat, yang meningkatkan kekhawatiran terhadap inflasi dan memicu spekulasi tentang kebijakan moneter The Fed. Seperti diketahui, Inflasi Consumer Price Index (CPI) dan Produsen Price Index (PPI) AS terpantau naik yang dirilis pekan lalu.
Dengan rumor tidak adanya kenaikan suku bunga, banyak ahli sekarang mengklaim bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi untuk periode yang lebih panjang, sehingga menambah tekanan pada harga Bitcoin. Oleh karena itu, pasar akan tertuju pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang dijadwalkan pada 20 Maret 2024.
“Ketakutan atas tindakan The Fed telah mempengaruhi aliran pasar ETF spot BTC, mendorong Bitcoin dan pasar kripto secara keseluruhan ke wilayah negatif,” ujar Fyqieh kepada Kontan.co.id, Rabu (20/3).
Pada hari Senin, (18/3), pasar ETF BTC-spot mengalami total arus keluar bersih sebesar US$ 154,4 juta. Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) melihat lonjakan arus keluar bersih dari US$139,4 juta pada 15 Maret menjadi US$ 642,5 juta pada 18 Maret. Selain itu, Fidelity Wise Origin Bitcoin Fund (FBTC) mengalami penurunan arus masuk bersih dari US$155,6 juta menjadi rekor terendah US$ 5,9 juta pada 18 Maret.
Baca Juga: Harga Bitcoin Jeblok ke US$ 63.000, Terimbas Aksi Ambil Untung
Di sisi lain, Fyqieh menyebut, koreksi harga sejalan dengan langkah Bank sentral Jepang menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak tahun 2007. Ini dapat memicu aliran modal keluar dari aset berisiko, termasuk Bitcoin, ke aset yang lebih aman seperti yen Jepang.
Terlepas dari pendekatan yang hati-hati ini, Tokocrypto melihat bahwa optimisme tetap ada mengenai prospek jangka panjang pasar mata uang kripto. Faktor-faktor seperti halving Bitcoin yang akan datang dan peningkatan arus masuk ke ETF Bitcoin terus memicu sentimen bullish di kalangan investor.
Fyqieh memaparkan, menjelang momen halving pertengahan April, tren harga Bitcoin kemungkinan akan menjadi fluktuatif. Banyak spekulan yang menunggu adanya koreksi harga sebelum halving, tetapi di sisi lain, ada juga yang mulai aktif mengakumulasi lebih banyak Bitcoin. Kemungkinan adanya penjualan Bitcoin saat halving juga dapat terjadi.
“Dalam situasi seperti ini, disarankan untuk menunggu dan melihat perkembangan pasar, serta melakukan pembelian saat Bitcoin mengalami koreksi harga,” imbuh dia.
Baca Juga: Bitcoin Koreksi Usai Cetak ATH, Simak Prospek Selanjutnya
Fyqieh menuturkan, potensi level pergerakan Bitcoin selanjutnya dapat berkisar antara US$ 57.000 hingga US$ 70.000. Namun, perlu diingat bahwa pasar kripto sangat dinamis dan fluktuatif, sehingga bisa terjadi goncangan harga yang signifikan di masa depan.
Oleh karena itu, guna menghadapi volatilitas ini, strategi yang bijak adalah menunggu dan melihat perkembangan pasar atau fokus pada strategi Dollar Cost Averaging (DCA) untuk mendapatkan harga rata-rata yang terbaik dari waktu ke waktu. Dengan demikian dapat mengurangi risiko dan memanfaatkan peluang dengan lebih baik dalam menghadapi fluktuasi Bitcoin.
Menurut Fyqieh, dengan mempertimbangkan tingginya permintaan dan minat terhadap Bitcoin, maka spekulasi bahwa harga Bitcoin bisa mencapai US$100.000 atau sekitar Rp 1,5 miliar menjelang akhir tahun adalah hal yang masuk akal.
Permintaan institusi yang terus meningkat, penggunaan Bitcoin sebagai aset lindung nilai, serta adopsi yang semakin luas dalam berbagai sektor, semuanya dapat menjadi pendorong untuk menjaga tren bullish Bitcoin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News