Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kekhawatiran penyebaran virus Covid-19 varian delta di berbaai negara berpotensi membawa turun harga komoditas energi yang sempat menyentuh rekor tertinggi. Pergerakan harga yang berfluktuasi jadi sulit dihindari.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di pasar Nymex, Jumat (23/7), berada di US$ 72,07 per barel. Angka tersebut turun 3,5% dari harga tertinggi pada 13 Juli yang berada di US$ 74,69 per barel.
Pergerakan harga batubara juga menurun 7,61% ke US$ 142 per metrik ton per Jumat (23/6) dari harga tertinggi US$ 153,70 per metrik ton di 19 Juli lalu.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, harga minyak sempat sentuh rekor tertinggi karena didukung kenaikan permintaan yang memasuki musim panas. "Mobilitas masyarakat di musim panas untuk berlibur meningkat sehingga permintaan minyak naik," kata Ibrahim, Jumat (23/7).
Baca Juga: Ekspor sawit mencapai rekor tertinggi di Mei 2021
Selain itu, keputusan OPEC+ di pekan lalu untuk tetap membatasi produksi minyak juga membuat harga minyak naik. Namun, kenaikan harga minyak berangsur mereda di tengah penyebaran virus Covid-19 yang semakin meluas di berbagai negara.
Persoalan pandemi menggerogoti pertumbuhan ekonomi dan merembet pada penurunan harga komoditas energi. Bahkan, China yang sudah lebih dulu berhasil melawan Covid-19, pertumbuhan ekonomi negara tersebut tetap melambat 7,9% secara tahunan di kuartal II-2021.
Jika beberapa negara kembali melakukan aksi lockdown, Ibrahim memproyeksikan harga minyak akan kembali bergerak turun. Ibrahim memproyeksikan harga minyak sepekan depan menurun ke US$ 69 per barel.
Dari level harga tersebut, minyak berpotensi rebound jika AS berhasil mengesahkan stimulus di sektor ifrastruktur yang biasanya membuat dollar AS melemah dan faktor tersebut bisa dimanfaatkan pelaku pasar membuat harga minyak naik.
Sementara, harga batubara sempat sentuh rekor tertinggi karena pasokan batubara dari China menurun akibat banjir bandang. Di satu sisi China selama ini memakan 50% kebutuhan batubara global, dengan bencana yang terjadi, maka China harus melakukan impor. "Produksi di Tiongkok turun jadi mereka harus impor dan buat harga batubara jadi naik," kata Ibrahim.
Namun, Ibrahim mengatakan, musim hujan esktrem akan segerak berakhir memasuki Agustus. Dengen begitu, produksi batubara di China akan kembali normal dan harga batubara akan menurun.
Ibrahim memproyeksikan, pelemahan harga batubara berpotensi ke US$ 144 per metrik ton. Jika terjadi rebound, level harga selanjutnya adalah US$ 150 per metrik ton.
Selanjutnya: Harga minyak mentah kompak menguat di minggu lalu walau sempat ambruk di awal pekan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News