Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pasca Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif, nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) pagi tadi mengalami pelemahan hingga 100 poin atau melorot 0,88% ke level Rp 11.458 per dolar AS.
Selain nilai tukar mata uang Garuda yang mengalami pelemahan, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga masih dalam kondisi lunglai pasca Pemilu Legislatif.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menilai, kondisi tersebut bukan hal yang luar biasa dan tidak perlu dikhawatirkan.
"Namanya juga pasar keuangan, bisa menguat sedikit atau melemah sedikit. Itu hal yang biasa. Kemarin sebelum pemilu, pasarnya menguat. Setelah pemilu melemah, itu disebutnya profit taking (ambil keuntungan). Menurut saya tidak ada yang luar biasa dan tidak perlu dikhawatirkan," ujar Mirza di Gedung BI, Jakarta, Jumat (11/4).
Menurut Mirza, hal yang terpenting adalah menjaga angka fundamental perekonomian Indonesia agar tetap terjaga dengan baik. Misalnya, surplusnya neraca perdagangan pada Februari lalu, juga inflasi yang mengalami tren penurunan pada April ini.
Ia menjelaskan, bulan April akan ada penurunan inflasi karena masuknya musim panen. "Jadi sebenarnya tidak ada perlu dikhawatirkan. Rupiah menguat dan melemah sedikit, itu hal yang biasa," ucapnya.
Lebih lanjut Mirza menerangkan, para pelaku pasar saat ini masih menunggu kepastian soal siapa partai koalisi yang akan mendampingi partai unggulan. Ia bilang, pasar keuangan saat ini bergerak berdasarkan ekspektasi.
Kejelasan kondisi pasar keuangan akan lebih jelas setelah Pemilu Presiden pada 9 Juli mendatang. "Nanti setelah 9 Juli sudah lebih jelas, kemudian mereka (investor) mencerna,” kata Mirza.
Menurutnya, pemilu setelah orde reformasi Indonesia sudah ada sejak 1999, 2004, dan 2009. Dalam masa itu, investor akan mencerna mengenai koalisi. “Kalau pemilu sudah teruji, jika ada fluktuasi itu biasa," jelas Mirza.
Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat, pada bulan Maret 2014 nilai tukar rupiah di level Rp 11.360 per dolar AS. Angka itu menguat 2,19% dibanding dengan nilai tukar pada akhir Februari 2014.
Sementara itu, secara rata-rata, nilai tukar rupiah Maret 2014 tercatat di level Rp 11.420 per dolar AS atau menguat 4,38% dibanding dengan rata-rata rupiah pada Februari 2014 sebesar Rp 11.919 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menyatakan, dengan perkembangan ini, rupiah sampai dengan Maret 2014 menguat 7,13% dibanding dengan level akhir tahun 2013 atau secara rata-rata menguat 2,85% dibandingkan dengan rata-rata rupiah tahun lalu.
Menurutnya, perekonomian kian berimbang dan mendorong perbaikan kinerja sektor eksternal telah berdampak pada menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Oleh sebab itu, BI akan tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya dan didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar uang.
"Berbagai kemajuan dalam pendalaman pasar uang baik rupiah maupun valas seperti mini MRA dan transaksi lindung nilai akan ditingkatkan dan menjadi fokus kebijakan ke depan," ucap Tirta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News