Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) menjadi angin segar bagi pasar obligasi domestik. Namun pegerakan SBN akan dibayangi risiko pelebaran defisit APBN.
Yield US Treasury 10 tahun bertengger di level 4,5%. Sementara surat berharga negara (SBN) mencatatkan imbal hasil 6,8% atau melandai seiring dengan pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pekan lalu.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang, respon pasar terhadap kebijakan ini cenderung terbatas oleh sikap investor yang berhati-hati terhadap fundamental fiskal kedepan.
Ada kekhawatiran akan pembengkakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di tahun 2025. Per Maret 2025, defisit APBN telah mencapai Rp 104,2 triliun atau setara 0,43% dari produk domestik bruto (PDB). Adapun pemerintah telah merancang defisit anggaran senilai Rp 616,19 triliun atau setara 2,53% dari PDB.
Baca Juga: Demi Pertumbuhan Kredit, BI Dorong Perbankan Kurangi SBN Lewat Insentif
Hal serupa juga terjadi di Amerika Serikat (AS). Defisit anggaran negara adidaya tersebut dikhawatirkan akan semakin melebar, seiring dengan polemik kebijakan Presiden AS Donald Trump.
“Alhasil mendorong yield US Treasury cenderung mengalami peningkatan juga,” tutur Josua kepada Kontan.co.id, Senin (26/5).
Jika ditelaah lebih lanjut, sebaran selisih dari yield UST dan SBN cenderung lebih stabil. Saat ini, spread dari yield US Treasury 10 tahun dan SBN 10 tahun masih berada pada kisaran 200 - 300 bps.
Baca Juga: BI Sudah Borong SBN Rp 96,41 Triliun hingga 20 Mei 2025
Menurut Josua, pergerakan spread cenderung turun dan stabil dalam tiga tahun terakhir. Hal ini mencerminkan bahwa risiko domestik yang lebih terbatas, terutama melihat stabilnya pertumbuhan ekonomi, serta defisit APBN yang masih bisa dibilang terjaga.
“Karena belum melampaui target yang ditetapkan pemerintah itu sendiri,” ujar Josua.
Ke depan, yield SBN 10 tahun diperkirakan berpotensi mengalami penurunan. Terutama, ketika melihat bahwa BI masih memiliki ruang pemotongan suku bunga di sisa tahun 2025.
“Meski begitu, pergerakannya akan cenderung terbatasi oleh risiko pelebaran defisit APBN. Dan untuk perkiraan yield SBN 10 tahun, saya kira akan bergerak di level 6,60% - 6,80% pada akhir tahun,” tutup Josua.
Selanjutnya: Ini Respons WOM Finance Soal Multifinance Diizinkan Salurkan Modal Usaha Rp 10 Miliar
Menarik Dibaca: Dividen Indocement (INTP) Rp 259 per saham, Potensi Yield 4,5%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News