Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah bernegosiasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengembangkan perangkat aturan tentang short selling dan transaksi margin.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia Irvan Susandy menyampaikan BEI memang sedang berdiskusi dengan OJK terkait penerapan short selling agar lebih menarik.
Soal pengaturan short selling sebenarnya telah tertuang dalam POJK Nomor 55/POJK.04/2020 tentang pembiayaan transaksi efek oleh perusahaan efek bagi nasabah dan transaksi short selling oleh perusahaan efek.
Meski begitu hingga saat ini belum ada satupun anggota bursa yang mengantongi izin untuk menjadi penyelenggara short selling. Hal ini salah satunya disebabkan oleh rendahnya minat anggota bursa.
Baca Juga: Korea Selatan Kembali Melarang Transaksi Short-Selling Mulai Senin Sampai Juni 2024
"Semua pelaku bilang short selling tidak menarik karena ada aturan up-trick dan lainnya. Kami sedang bicara dengan OJK, seperti apa short selling yang menarik," kata Irvan saat ditemui Kontan.co.id akhir pekan lalu.
Irvan menyebut aturan short selling tidak menarik masih menjadi salah satu perhatian oleh para anggota bursa dan bagi investor mekanisme short selling masih tidak menarik.
Jika ditelisik untuk bisa bertransaksi short selling dan margin ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh nasabah. Pertama, memiliki rekening efek reguler untuk mengetahui riwayat transaksi.
Kedua, nasabah telah membuka rekening efek pembiayaan transaksi short selling untuk saham yang akan melakukan transaksi short selling pada perusahaan efek.
Baca Juga: BEI Tetapkan Sejumlah Target di Tahun 2024, Ini Strategi untuk Mencapainya
Ketiga, nasabah telah menyetorkan jaminan awal dengan nilai paling sedikit Rp 200 juta untuk setiap rekening efek pembiayaan transaksi margin maupun short selling.
"Ini juga menjadi salah satu perhatian pelaku pasar di luar negeri karena Bursa Efek Indonesia tidak memiliki mekanisme short selling," kata Irvan.
Irvan berharap kehadiran transaksi short selling ini bisa membuat pasar lebih bergairah. Dari segi kesiapan, Irvan menyatakan sistem BEI sudah siap untuk menjalankan short selling.
“Sistem sudah bisa dan siap tinggal pengaturan kami sosialisasi. Mudah-mudahan tahun depan bisa berjalan,” imbuhnya.
Baca Juga: OJK Targetkan Single Stock Futures Meluncur di Kuartal I-2024
Tak hanya itu, implementasi short selling juga bisa mendorong BEI untuk mengembangkan produk baru. Salah satunya, put waran terstruktur.
Pier Ridge, Kepala Unit Pengembangan Bisnis Derivatif Bursa Efek Indonesia menyampaikan untuk bisa menghadirkan put waran, BEI perlu membangun ekosistem.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama terkait short selling yang perlu diimplementasikan. Kedua kehadiran produk single stock future (SSF).
"Kami sedang mengembangkan short selling dan single stock future. Ketika dua hal itu sudah berjalan, maka put warran juga bisa jalan," tutur Pier.
Baca Juga: BEI Menargetkan Transaksi Harian Bursa Rp 12,25 Triliun di tahun 2024
Head of Sales & Marketing Equity Derivative RHB Sekuritas Steinly Atmanagara menilai short selling masih sangat terbatas di Indonesia, salah satunya karena keterbatasan pemahaman.
"Selain itu, juga akan memakan biaya yang lebih tinggi, pola trading berlawanan arah juga bukan hal yang lumrah disini," kata Steinly kepada Kontan.co.id, Rabu (22/11).
Tak bisa dipungkiri, sudah banyak nasabah yang menantikan put warran. Namun kehadiran put warrantidak bisa lepas dari implementasi pada saham underlying.
Direktur Infovesta Utama Parto Kawito menilai menilai mekanisme short selling cukup kompleks dan belum tersosialisasi dengan baik.
"Tapi saat market turun dan investor bisa cuan dengan short. Seringkali BEI maupun OJK melarang short selling," tandanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News