Reporter: Didik Purwanto, Adisti Dini I |
JAKARTA. Para penjamin emisi penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO) PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bersiap melepas saham maskapai penerbangan tersebut. Danareksa Sekuritas menyatakan berniat menjual saham GIAA ke investor asing. Dua underwiter yang lain, PT Mandiri Sekuritas dan PT Bahana Securities juga pernah menyatakan niat melepas GIAA.
Ketiga penjamin emisi itu mengambil 47% dari total saham GIAA yang ditawarkan di IPO. Jika dihitung, tiap penjamin emisi memegang 991,7 juta saham, atau setara dengan 4% dari ekuitas GIAA.
Direktur Investment Banking Danareksa Sekuritas Reza Zahar mengaku mereka tidak mau rugi karena harus menahan saham GIAA hingga beberapa tahun ke depan. "Tapi kami menunggu harga bagus. Kami akan menjual ke pemain asing yang biasa bermain di saham-saham sektor penerbangan," ujar Reza, Selasa (8/3).
Harga yang jadi incaran Danareksa adalah Rp 750 per saham. Tapi, Reza enggan merinci waktu pelepasan saham GIAA ke pihak asing. Harga saham GIAA sendiri terus terjun bebas hingga tinggal Rp 500 per saham pada penutupan kemarin.
Kendati tak membantah kabar bahwa Bahana ingin melepas saham GIAA eks-IPO, Eko Yuliantoro Direktur Utama Bahana Securities enggan bercerita banyak. "Itu bisa termasuk kategori mempengaruhi pembentukan harga dan melanggar ketentuan Bapepam-LK," elak dia.
Mandiri Sekuritas juga tak membantah niat melepas saham GIAA. "Sampai sekarang masih dalam pendalaman materi dan wacana," tutur Harry Supoyo, Direktur Utama Mandiri Sekuritas. Namun seperti Bahana, Mandiri tak menyebutkan detil rencana itu. "Belum bisa saya konfirmasi bagaimana strateginya karena masih pembicaraan," papar Harry.
Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengaku belum mengetahui rencana para penjamin emisi IPO Garuda itu. "Saya berharap underwriter punya kiat sendiri dalam memanfaatkan kondisi pasar modal," kata Mustafa.
Bisa jadi ketiga penjamin emisi itu butuh waktu untuk merealisasikan rencananya. Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas Franco Sutedjowidjojo menilai, saham GIAA masih butuh waktu untuk bisa terbang lagi.
Sentimen buruk terakhir yang menimpa GIAA adalah kenaikan harga minyak mentah. Seperti saham maskapai penerbangan lain, harga GIAA langsung terkoreksi begitu harga minyak mentah membumbung. Maklumlah, "Sekitar 30% biaya penerbangan adalah pembelian bahan bakar," kata dia.
Menurut Franco, harga IPO GIAA sudah telanjur kemahalan. Ini berarti GIAA butuh sentimen yang superpositif untuk bisa terbang tinggi.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito memperkirakan, saham GIAA baru akan membaik enam bulan setelah IPO, atau sekitar Agustus 2011. "Untuk mencapai titik imbang diperlukan waktu minimal enam bulan ke depan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News