kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Turun 7,52%, sektor pertambangan jadi indeks sektoral terbaik kedua setelah keuangan


Senin, 24 Februari 2020 / 18:40 WIB
Turun 7,52%, sektor pertambangan jadi indeks sektoral terbaik kedua setelah keuangan
ILUSTRASI. Kinerja indeks sektor tambang ini hampir beriringan dengan IHSG yang turun 7,82%.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Secara year-to-date, indeks sektor pertambangan terkoreksi 7,52%. Pergerakan ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang secara ytd telah terkoreksi 7,82%.

Jika dibandingkan dengan indeks sektoral lain, indeks sektor pertambangan hanya kalah dari sektor keuangan (finance) yang secara ytd terkoreksi 2,46%. Penurunan terdalam dialami oleh sektor agrikultur yang anjlok 17,93% sejak awal tahun.

Meski demikian, analis menilai prospek sektor pertambangan masih cukup berat tahun ini. Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menilai, penguatan sektor pertambangan tidak terlepas dari adanya technical rebound harga komoditas yang bersifat sementara.

“Prospek di sektor pertambangan masih belum menarik karena harga komoditas batubara yang dalam tren penurunan,” ujar Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (24/2).

Baca Juga: Normalisasi produksi lambat, Morgan Stanley: Ekonomi China tumbuh 3,5% di kuartal I

Hal ini menyebabkan beberapa saham emiten tambang batubara sempat naik dalam beberapa hari ke belakang. Saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) misalnya, dalam sepekan perdagangan, telah menguat tipis 1,43%. Pun begitu dengan saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang selama sepekan menguat 0,83%.

Sukarno menambahkan, prospek sektor pertambangan khususnya batubara semakin suram dengan mewabahnya virus corona (Covid-19) yang mendera China sebagai salah satu konsumen batubara. Hal ini akan mempengaruhi ekonomi China dan pada akhirnya mempengaruhi permintaan batubara dari Negeri Panda tersebut.

Senada, Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai, pertambangan batubara belum mendapat angin segar sehubungan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi regional Asia dan global. Dia pun mengamini bahwa penyebaran Covid-19 akan berdampak pada harga batubara tahun ini.

“Ada korelasi secara tidak langsung. Perlambatan perekonomian tentu membuat permintaan energi berkurang sementara harga masih belum menunjukkan upside,” terang Aria kepada Kontan.co.id, Senin (24/2).

Baca Juga: Akibat corona, harga batubara diprediksi bisa anjlok ke bawah US$ 60 per metrik ton

Di sisi lain, sektor pertambangan yang berhubungan dengan komoditas logam mulia mendapatkan sentimen dari kenaikan harga komoditas yang cukup signifikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×