Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa pemerintahannya akan memberlakukan tarif sebesar 50% atas impor tembaga.
Langkah ini diharapkan dapat mendorong produksi tembaga dalam negeri, yang merupakan logam penting bagi kendaraan listrik, perangkat militer, jaringan listrik, hingga berbagai barang konsumsi.
Baca Juga: Amerika Serikat (AS) Berpotensi Raup US$300 Miliar dari Tarif Impor Tahun Ini
Futures tembaga AS (Comex) langsung melonjak lebih dari 12% ke rekor tertinggi setelah pengumuman ini. Tarif yang diumumkan datang lebih cepat dan jauh lebih tinggi dari perkiraan industri.
Trump menyampaikan rencananya itu dalam rapat kabinet di Gedung Putih. Namun, ia tidak menyebutkan secara spesifik kapan tarif tersebut akan mulai diberlakukan.
“Saya rasa kita akan menetapkan tarif tembaga di angka 50%,” ujar Trump.
Setelah pernyataan Trump, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan dalam wawancara dengan CNBC bahwa tarif tersebut kemungkinan akan diberlakukan pada akhir Juli atau mulai 1 Agustus.
Ia menambahkan bahwa Trump akan mengumumkan detail resminya melalui akun media sosialnya, Truth Social, pada hari yang sama.
Hingga Rabu malam, Trump belum mengeluarkan pengumuman resmi. Beberapa negara, perusahaan tambang, dan asosiasi dagang pun masih menunggu kejelasan lebih lanjut.
Baca Juga: Trump Perluas Perang Dagang, Siap Kenakan Tarif Tembaga 50%
Analis dari RBC Capital Markets memperkirakan bahwa jika tarif diberlakukan, akan terjadi volatilitas harga tembaga dalam jangka pendek serta fluktuasi harga saham perusahaan tambang tembaga.
Pada Februari lalu, pemerintahan Trump mengumumkan penyelidikan Section 232 terhadap impor tembaga. Tenggat penyelidikan awalnya November, namun Lutnick menyatakan bahwa kajian tersebut sudah rampung.
“Gagasannya adalah membawa produksi tembaga kembali ke Amerika. Tembaga sangat penting bagi sektor industri, dan kita ingin kemampuan produksi itu ada di dalam negeri,” ujar Lutnick.
Asosiasi Tambang Nasional AS menolak berkomentar sebelum detail lengkap tarif diumumkan, sementara American Critical Minerals Association belum memberikan tanggapan.
Tembaga digunakan luas di sektor konstruksi, transportasi, dan elektronik. AS mengimpor sekitar 50% kebutuhan tembaganya setiap tahun dan saat ini hanya memiliki tiga smelter tembaga aktif.
Baca Juga: Respons Kemenperin Usai Trump Putuskan Kenakan Tarif 32% untuk Produk Indonesia
Sejumlah proyek pertambangan tembaga besar di AS selama ini menghadapi penolakan keras, termasuk proyek Resolution Copper milik Rio Tinto dan BHP di Arizona, serta proyek Pebble Mine milik Northern Dynasty Minerals di Alaska.
Saham Freeport-McMoRan, produsen tembaga terbesar yang berbasis di Phoenix, naik lebih dari 5% pada perdagangan Selasa.
Perusahaan ini memproduksi 571.530 ton tembaga di AS tahun lalu. Hingga berita ini diturunkan, Freeport belum memberikan komentar.
Perusahaan kemungkinan akan diuntungkan dari tarif tersebut, meskipun juga khawatir dampaknya terhadap ekonomi global.
Negara-negara yang paling terdampak oleh tarif baru ini kemungkinan adalah Cile, Kanada, dan Meksiko, yang merupakan pemasok utama tembaga olahan ke AS pada tahun 2024, menurut data Biro Sensus AS.
Cile, Kanada, dan Peru – tiga pemasok tembaga terbesar ke AS – telah menyampaikan kepada pemerintah AS bahwa ekspor mereka tidak membahayakan industri domestik dan semestinya tidak dikenakan tarif. Ketiga negara itu memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS.
Baca Juga: Peringatan China ke Trump: Jangan Mainkan Api Tarif Perdagangan
Kementerian Ekonomi Meksiko dan Kementerian Keuangan Kanada belum memberikan komentar. Kementerian Luar Negeri Cile mengatakan belum menerima komunikasi resmi terkait tarif ini.
Kementerian Pertambangan Cile juga menolak berkomentar. Ketua Codelco, perusahaan tambang tembaga terbesar milik negara Cile, Maximo Pacheco, mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya ingin mengetahui detail produk tembaga apa saja yang akan dikenakan tarif dan apakah semua negara akan terdampak.
Pierre Gratton, Presiden Asosiasi Tambang Kanada, mengatakan tarif ini mengkhawatirkan terutama untuk smelter seperti fasilitas Horne milik Glencore di Quebec. Ia mengatakan masih menunggu laporan lengkap hasil penyelidikan Section 232.
“Penerapan tarif 50% atas impor tembaga akan memberatkan perusahaan-perusahaan AS yang bergantung pada logam ini, karena saat ini AS masih jauh dari kemampuan memenuhi kebutuhan domestik sendiri,” kata Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank.
“AS telah mengimpor volume tembaga yang setara dengan kebutuhan setahun penuh hanya dalam enam bulan terakhir. Jadi, stok lokal saat ini masih tinggi. Saya memperkirakan harga tembaga akan terkoreksi setelah lonjakan awal ini,” tutup Hansen.
Selanjutnya: Opsi Penunjukan Langsung Pengelola Blok Migas
Menarik Dibaca: Kamu Harus Tahu! Ini Perbedaan QRIS Tap dan QRIS Kode QR
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News