Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Suasana ceria mulai mampir ke pasar saham. Pemotongan suku bunga oleh beberapa bank sentral mulai berbuah. Kemarin (30/10), turunnya The Fed Fund Rate di Amerika Serikat (AS) menjadi hanya 1% menyulut euforia pasar global.
Di Jepang, Hong Kong dan Korea Selatan, indeks melompat sampai 10% sehari. Sayang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya menanjak 5,51% menjadi 1173,86.
IHSG tidak bisa ikut melompat karena tertahan oleh mekanisme auto rejection, yang membatasi kenaikan atau penurunan harga saham maksimal 10% sehari. Yakin pasar akan terus menguat, manajemen BEI menaikkan batas auto rejection menjadi 20%, hari ini (31/10).
Tapi, apakah kita memang sudah boleh optimistis? Banyak analis yang menyarankan kita harus tetap waspada. Bunga di AS memang tinggal 1% dan selisihnya dengan potensi imbal hasil investasi di Indonesia, apakah itu di bursa atau surat utang, sangat besar. Teorinya, investor asing bakal tertarik berinvestasi ke mari.
Cuma, itu teori dalam kondisi normal yang minim risiko. "Masalahnya, pasar sedang tidak normal. Mau bunga berapa pun, investor lebih berpikir untuk mengamankan dananya," ujar Kepala Treasuri BNI, Rosadi T.A. Montol.
Ia menghitung, menguatnya indeks global cuma sementara. Penguatan ini bukan karena resesi sudah berakhir, melainkan karena ada sentimen positif di tengah pasar yang sudah jenuh menjual.
Siklus krisis justru sekarang mulai mengancik ke sektor riil. Kemarin, Departemen Perdagangan AS mengumumkan bahwa turunnya konsumsi 3,1% di kuartal III-2008 membuat ekonomi AS mengerut 0,3% tahun ini. Ini adalah sinyal jelas bahwa AS sudah memasuki resesi. Tentu, cepat atau lambat, seluruh dunia akan tertular.
Itu sebabnya, bank sentral di banyak negara juga segera mengikuti langkah The Fed memotong bunga agar dampak resesi ekonomi tak terlalu parah menghantam negaranya masing-masing. Bunga yang lebih rendah tentu membuat ekonomi bisa lebih bergairah.
Otoritas moneter Hong Kong dan Taiwan, misalnya, langsung memangkas bunga 0,5% menjadi masing-masing 1,5% di Hong Kong dan 3% di Taiwan. Pasar mengantisipasi, Bank Sentral Eropa dan Bank of England juga akan mengambil langkah yang sama pekan depan.
Tren turunnya bunga yang sangat kuat di dunia ini mestinya bisa membuat Bank Indonesia (BI) tidak bersikeras mematok bunga tinggi. Toh sudah terbukti bunga tinggi semata tidak membuat investor masuk ke sini dan membuat kurs rupiah naik.
Kemarin misalnya, rupiah hanya menguat Rp 100 menjadi Rp 10.700 per US$ pukul 19.15 WIB kemarin. Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa melihat, rupiah akan menguat perlahan. "Antara Rp 10.000 - Rp 10.500," ujarnya.
Penurunan bunga mungkin bisa membuat rupiah sedikit lemah lagi. Tapi, bunga rendah sudah pasti lebih besar manfaatnya buat ekonomi agar tak ikut terjangkit wabah resesi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News