kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren kinerja reksadana lesu diprediksi berlanjut hingga akhir tahun


Kamis, 02 Juli 2020 / 20:38 WIB
Tren kinerja reksadana lesu diprediksi berlanjut hingga akhir tahun
ILUSTRASI. Ilustrasi investasi reksadana. KONTAN/Muradi/2020/03/10


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ditekan sentimen penyebaran pandemi Covid-19, kinerja industri reksadana Tanah Air sepanjang 2020 cenderung lesu. Tren pelambatan tersebut diprediksi masih akan berlanjut hingga akhir 2020, terlebih jika aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terus diperpanjang.

Data Infovesta Utama Selasa (1/7) menunjukkan kinerja reksadana saham mencatatkan penurunan yield paling banyak, sekitar 22,12% sejalan dengan penurunan IHSG. Selanjutnya, disusul penurunan reksadana campuran sebanyak 11,34%.

Sebaliknya, kinerja reksadana pasar uang catatkan pertumbuhan 2,42%, diikuti reksadana pendapatan tetap tumbuh 2,41%. Didukung kenaikan indeks obligasi korporasi yang naik 2,47% dalam enam bulan terakhir, sedangkan obligasi korporasi tumbuh 2,04%. 

Baca Juga: Reksadana pendapatan tetap bisa jadi pilihan investasi di sisa 2020

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, kinerja industri reksadana sepanjang 2020 sebagian bisa dipengaruhi dampak pandemi Covid-19.

"Kejatuhan terbesar terjadi di Maret dan April yang menyebabkan panic selling. Namun dalam dua bulan terakhir kondisinya sudah mulai membaik dan investor cenderung wait and see saat ini," kata Wawan kepada Kontan, Kamis (2/7).

Selanjutnya, Wawan mengungkapkan bahwa pelaku pasar tengah menanti perkembangan aturan PSBB. Jika kebijakan tersebut masih diperpanjang, maka akan berpotensi menekan lebih dalam kinerja keuangan emiten dan tengah menjadi perhatian investor. 

Berlanjutnya PSBB, dinilai Wawan bakal menyebabkan pasar merevisi kembali target kinerja emiten dan berujung pada penurunan kinerja Indeks Harga Saham (IHSG). Kondisi tersebut juga berpotensi mengurangi prospek obligasi korporasi, karena akan meningkatkan risiko default atau gagal bayar. Namun untuk prospek obligasi negara atau SBN masih tetap aman. 

"Prospek reksadana saham sangat terkait pada ekspektasi kinerja emiten, selama kondisi belum pulih, IHSG memungkinkan terkoreksi lebih dalam. Apalagi, jika PSBB belum diangkat, IHSG akhir tahun mungkin akan balik ke level 4.500," jelasnya. 

Untuk itu, ke depan Wawan melihat prospek reksadana yang terkait obligasi seperti reksadana pendapatan tetap dan pasar uang, akan lebih positif dibandingkan reksadana lainnya. Hal ini didukung tren suku bunga rendah dan tingkat inflasi yang kini berada di bawah level 2%.

Asal tahu saja, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi periode Juni 2020 sebesar 0,18% secara bulanan (mtm). Ini membuat inflasi tahunan (yoy) berada di level 1,96%. Angka tersebut tepat di bawah kisaran target bank sentral dari 2% hingga 4%, memicu ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut.

Adapun per Juni 2020 tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI7DRR) berada di level 4,25%. Wawan memperkirakan, hingga akhir tahun BI memiliki ruang untuk memangkas kembali suku bunga acuannya ke level 4% dan tidak menutup kemungkinan hingga 3,75% apabila inflasi bertahan di level rendah.

"Untuk obligasi, kondisi tersebut bisa berdampak positif dimana obligasi akan rebound. Proyeksinya reksadana pendapatan tetap akan jadi yang tumbuh paling tinggi, begitu juga dengan reksadana pasar uang," tegasnya. 

Di samping itu, kondisi nilai tukar rupiah yang cenderung stabil terhadap dolar AS dalam beberapa waktu terakhir bakal turut menjadi sentimen penopang kinerja obligasi. Adapun dari sentimen eksternal seperti harga minyak dan komoditas lainnya, diyakini belum akan memberikan pengaruh  signifikan pada prospek kinerja reksadana di sisa 2020, karena ekonomi global masih melakukan pemulihan. 

Baca Juga: Pasar obligasi naik, kinerja reksadana pendapatan tetap paling moncer di pekan lalu

Ke depan, dia menilai tren kinerja reksadana Tanah Air tidak jauh berbeda dari capaian semester I-2020. Dengan tren penurunan suku bunga, obligasi diperkirakan akan naik, tercermin dari Surat Utang Negara (SUN) yang mulai diburu. Sedangkan untuk obligasi korporasi, meskipun menawarkan imbal hasil menarik, risiko default tetap ada.

Wawan memperkirakan, hingga akhir tahun reksadana pendapatan tetap berpotensi memberikan yield 6%-7%. Sedangkan untuk kinerja reksadana pasar uang diperkirakan tumbuh di kisaran 4% di akhir tahun, prediksi tersebut lebih rendah dari estimasi sebelumnya yang diperkirakan bisa mencapai 4,5% hingga 5%. 

Sementara itu, untuk penurunan reksadana saham diperkirakan akan mereda di sisa 2020, dengan estimasi penurunan hingga akhir tahun di kisaran -15%. Sedangkan untuk reksadana campuran, sangat bergantung pada porsi portofolionya, jika lebih banyak porsi obligasi Wawan memperkirakan ada ruang bagi reksadana campuran ditutup positif akhir 2020.

"Saham sampai akhir tahun kelihatannya masih akan negatif dan belum memungkinkan untuk ke area positif tahun ini. Kemungkinan baru tahun depan atau 2022 saham bisa di level positif, dengan asumsi PSBB segera diangkat," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×