Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah belum berhenti mendaki. Selain menguntungkan sejumlah sektor bisnis, kondisi ini juga mengundang kecemasan di pasar modal.
Harga minyak WTI untuk kontrak Juni 2018, hingga kemarin pukul 20:00 WIB, menyentuh US$ 70,72 per barel. Ini adalah posisi terkuat minyak sejak 8 Desember 2014.
Senior Research Infovesta Utama, Praska Putrantyo, menilai kenaikan harga minyak antara lain dipicu oleh spekulasi Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran. Imbasnya, ekspor minyak Iran masih akan tersendat. Krisis ekonomi di Venezuela juga memantik kenaikan harga minyak. "Akan terpengaruh jangka pendek saja, karena krisis ekonomi Venezuela tak akan berpengaruh global," ungkap dia.
Jika dalam jangka panjang ketidakpastian global berlangsung dan menyulut harga minyak, maka kecemasan akan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kembali membayangi pasar domestik.
Menurut Praska, ada sejumlah sektor yang akan tertekan kenaikan harga minyak, seperti sektor manufaktur, penerbangan, dan transportasi.
Di pasar saham, kondisi tersebut berpotensi menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Pasti menjadi sentimen dengan potensi kenaikan BBM," kata analis teknikal Profindo Sekuritas Indonesia, Dimas Pratama, kemarin. Ia menyarankan investor mewaspadai kenaikan harga minyak mentah.
Beberapa emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) mungkin akan tertekan kenaikan harga minyak mentah.
Emiten yang bisa tertekan antara lain PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Emiten penerbangan seperti GIAA akan mencatatkan beban lebih tinggi. Dengan kenaikan harga minyak mentah, beban bahan bakar GIAA berpotensi membengkak. Hal serupa akan dialami emiten petrokimia seperti TPIA, yang memiliki bahan baku minyak.
Emiten lain yang akan terkena efek kenaikan harga minyak adalah sektor konsumsi dan ritel. Di satu sisi, kenaikan harga minyak bisa menekan daya beli. Namun, dengan alasan politis, pemerintah akan sulit memutuskan untuk menaikkan harga BBM. Di sisi lain, emiten juga bisa mengatur strategi, seperti efisiensi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News