Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koreksi harga komoditas tembaga yang terjadi di awal pekan ini diperkirakan tidak akan berlanjut hingga tahun 2018. Analis masih menyakini harga komoditas logam industri ini akan kembali bangkit seiring perkembangan sektor properti di Australia dan Selandia Baru.
"Walaupun 50% permintaan tembaga bersumber dari China, tapi pertumbuhan pasar properti di Australia dan Selandia Baru cukup positif," papar Andri Hardianto, Analis PT Asia Tradepoint Futures kepada Kontan.co.id, Rabu (29/11).
Menurut Andri, permintaan tembaga dari pasar properti Australia dan Selandia Baru yang cukup positif masih mampu menyeimbangkan pasar. Apalagi perkembangan industri mobil listrik yang semakin pesat juga dinyakini mampu meningkatkan permintaan.
"Ditambah lagi kalau benar tahun depan proyeksinya terjadi defisit tembaga pemurnian maka akan menjadi sentimen positif," imbuhnya.
Hanya saja di akhir tahun 2017 ini, Andri masih melihat harga tembaga bisa berada di bawah tekanan. Dengan lesunya permintaan dari sektor properti China, harga komoditas logam industri itu diperkirakan akan bergerak di rentang US$ 7.000 – US$ 7.200 per metrik ton. Selasa (28/11), harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange terkoreksi hingga 1,97% ke level US$ 6.805 per metrik ton.
Secara teknikal saat ini harga masih berada di bawah garis moving average (MA) 50 yang mengindikasikan pelemahan dalam jangka pendek. Namun untuk jangka menengah dan jangka panjang masih terlihat tren bullish karena harganya berada di atas garis MA 100 dan MA 200. Sinyal pelemahan kembali diperlihatkan indikator relative strength index (RSI) yang berada di level 44. Sedangkan indikator stochastic di level 61,5 dan indikator moving average convergence divergence (MACD) di area 23 masih memberi peluang harga untuk menguat.
Sedangkan untuk Kamis (30/11) menurutnya tembaga akan berada di rentang US$ 6.750 – US$ 6.850 per metrik ton. Kemudian sepekan berikutnya pada kisaran US$ 6.700 – US$ 6.900 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News